Studi terbaru juga menemukan bahwa gangguan makan lebih sering terhadi di kalangan remaja yang minoritas secara seksual dan gender. Hal ini diduga terkait dengan tingkat ketidakpuasan terhadap tubuh, stigma, dan viktimisasi pada kelompok ini.
Psikolog percaya bahwa bias dan diskriminasi yang dihadapi remaja gay, biseksual dan transgender, dapat meningkatkan stres, pikiran negatif, hingga mengisolasi diri. Inilah yang memicu ketidakpuasan terhadap tubuh mereka sendiri dan gangguan makan.
3. Pemuda dengan bobot normal
Banyak gangguan makan tidak berhubungan dengan tubuh kurus. Artinya, penderita bisa mengalami komplikasi medis serius terkait gangguan makan, terlepas dari ukuran tubuh mereka.
Misalnya, remaja penderita anoreksia nervosa atipikal. Mereka memiliki ketakutan intens mengalami kenaikan berat badan atau kegemukan, sehingga akan melakukan apa saja untuk mencegah kenaikannya, namun mereka tidak kekurangan berat badan.
Tetapi, mereka berisiko mengalami kekurangan gizi parah dan gejala vital berbahaya, seperti detak jantung yang lambat secara tidak normal atau tekanan darah rendah.
Sama halnya dengan penderita bulimia nervosa, yang akan makan berlebihan kemudian memuntahkan makanan secara paksa atau menggunakan obat pencahar untuk menghindari penambahan berat badan. Kelompok ini juga bisa memiliki indeks massa tubuh normal.
Namun, penderita bulimia nervosa ini dapat menderita kelainan elektrolit dalam tubuhnya dan masalah pencernaan parah.
Baca Juga: Billionaire Club Dongkrak Penjualan Modernland Realty di Masa Pandemi