Suara.com - Kasus gangguan makan, seperti anoreksia bervosa, bulimia nervosa, atau gangguan makan berlebih, di kalangan anak muda melonjak tidak lama setelah pandemi virus corona Covid-19 terjadi.
Satu studi peer-review menunjukkan masalah ini meningkat 15% pada 2020 di kalangan anak muda di bawah 30 tahun. Sementara orang-orang yang memang sudah didiagnosis dengan gangguan makan menjadi lebih buruk selama pandemi.
Peneliti percaya penyebab peningkatan ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari mereka, seperti adanya tekanan emosional serta banyaknya waktu yang anak muda habiskan di untuk bermain media sosial.
Gangguan makan sebenarnya dapat terjadi pada siapa saja dan di usia berapa saja, tetapi hingga kini masih ada kelompok yang terabaikan. Tetapi pandemi Covid-19 'membuka' hal itu.
Baca Juga: Billionaire Club Dongkrak Penjualan Modernland Realty di Masa Pandemi
Dilansir The Conversation, berikut kelompok anak muda yang dapat mengalami gangguan makan tetapi biasanya terabaikan:
1. Kalangan laki-laki
Penelitian tentang diagnosis gangguan makan selama ini berfokus pada perempuan. Hal ini menyulitkan dokter, keluarga, dan pasien untuk mengenali gangguan makan pada laki-laki.
Padahal studi terbaru menunjukkan bahwa setengah dari semua kasus gangguan makan merupakan laki-laki, termasuk yang masih remaja.
Gangguan makan, suatu pola perilaku makan bermasalah yang mencakup pola makan, melewatkan makan, dan perasaan malu, tetapi semua itu tidak memenuhi kriteria dalam diagnosis gangguan makan, semakin banyak dialami atlet pria.
Baca Juga: Satgas Covid-19 Sebut Ancaman Gelombang Ketiga Pandemi Covid-19 Masih Ada
2. Kalangan minoritas dalam gender dan seksual
Studi terbaru juga menemukan bahwa gangguan makan lebih sering terhadi di kalangan remaja yang minoritas secara seksual dan gender. Hal ini diduga terkait dengan tingkat ketidakpuasan terhadap tubuh, stigma, dan viktimisasi pada kelompok ini.
Psikolog percaya bahwa bias dan diskriminasi yang dihadapi remaja gay, biseksual dan transgender, dapat meningkatkan stres, pikiran negatif, hingga mengisolasi diri. Inilah yang memicu ketidakpuasan terhadap tubuh mereka sendiri dan gangguan makan.
3. Pemuda dengan bobot normal
Banyak gangguan makan tidak berhubungan dengan tubuh kurus. Artinya, penderita bisa mengalami komplikasi medis serius terkait gangguan makan, terlepas dari ukuran tubuh mereka.
Misalnya, remaja penderita anoreksia nervosa atipikal. Mereka memiliki ketakutan intens mengalami kenaikan berat badan atau kegemukan, sehingga akan melakukan apa saja untuk mencegah kenaikannya, namun mereka tidak kekurangan berat badan.
Tetapi, mereka berisiko mengalami kekurangan gizi parah dan gejala vital berbahaya, seperti detak jantung yang lambat secara tidak normal atau tekanan darah rendah.
Sama halnya dengan penderita bulimia nervosa, yang akan makan berlebihan kemudian memuntahkan makanan secara paksa atau menggunakan obat pencahar untuk menghindari penambahan berat badan. Kelompok ini juga bisa memiliki indeks massa tubuh normal.
Namun, penderita bulimia nervosa ini dapat menderita kelainan elektrolit dalam tubuhnya dan masalah pencernaan parah.