Suara.com - Pertolongan pertama tak hanya dibutuhkan oleh orang yang mengalami kecelakaan, tetapi juga bagi mereka yang memiliki masalah kesehatan jiwa. Tujuannya tentu saja agar orang tersebut bisa ditangani dengan lebih cepat sehingga kondisinya tidak semakin memburuk. Hanya saja, untuk pertolongan pertama masalah kesehatan jiwa, masyarakat mungkin belum memahaminya secara luas.
Kesehatan jiwa merupakan problematika di Indonesia, dengan tingkat depresi dan kecemasan yang tinggi. Semua orang, tanpa terkecuali, akan mengalami masa kelam dalam hidupnya. Ini bisa berupa menderita penyakit kronis, kehilangan perkerjaan, perceraian, ataupun depresi, dan lain sebagainya. Sering kali, ini terjadi kepada orang di sekitar kita, dan meskipun kita ingin membantu, tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Buku ‘Panduan Pertolongan Pertama Kesehatan Jiwa Indonesia’ yang ditulis oleh Dr. Sandersan (Sandy) Onie, Peneliti Kesehatan Mental dan Pendiri Emotional Health for All, dirilis untuk membantu mereka yang sedang berada dalam situasi tersebut.
Buku ini membahas hal yang bisa lakukan pada saat orang di sekitar yang mengalami masa gelap, menguraikan ciri-ciri psychological disorders seperti depresi, kecemasan, hingga burnout serta apa yang perlu dilakukan jika seseorang tersebut memiliki pikiran tentang bunuh diri.
Namun, buku yang isinya dilandasi oleh penemuan penelitian terbaru dan juga pengalaman pribadi ini bukanlah alat untuk mendiagnosis diri dan bahkan orang lain.
Baca Juga: Psikolog Soroti Akses Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia yang Belum Merata
Psikolog klinis fungsional di RSUP Dr. Sardjito, DR. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si., menegaskan, diagnosis dalam hal ini mengenai kesehatan jiwa menjadi kewenangan klinis profesional.
"Untuk diagnosis kewenangan klinis oleh profesional dan ini diatur peraturan perundangan, perlu melalui proses pendidikan karena ada kriteria diagnosis yang harus dipenuhi," ujar Indria yang juga Ketua Umum Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia itu.
Dalam peluncuran dan bincang buku "Panduan Pertolongan Pertama Kesehatan Jiwa Indonesia" yang digelar secara daring, Sabtu (6/11/2021), Indria mengatakan bahwa dengan hadirnya buku tersebut, diharapkan bisa menyadarkan orang-orang mengenai gejala-gejala yang semestinya tak ada tetapi mungkin ada di dalam dirinya.
"Ketika saya cemas, belum tentu saya depresi. Tetapi ketika kecemasan itu dibiarkan begitu saja, sangat mungkin akan berkembang menuju arah sana," katanya.
Paling tidak, orang bisa menjadi tahu kapan harus berkonsultasi dengan profesional demi menangani masalah dalam kesehatan jiwa yang mungkin dialaminya.
Baca Juga: Merasa Ada Masalah Kejiwaan, Jangan Malu Minta Bantuan Profesional Ya!
Penulis buku Dr. Sandersan Onie atau kerap disapa Dr. Sandy juga sepakat dengan Indria. Dia mengatakan, buku yang dia tulis bukan untuk keperluan diagnosis diri apalagi orang lain. Menurutnya, diagnosis diri sendiri atau self diagnose sangatlah berbahaya.
"Bahkan self diagnose itu bahayanya sangat besar. Tujuan buku ini bukan untuk mendiagnosis, tetapi agar bisa melihat orang lain, dan bukannya menghakimi tetapi menyikapinya dengan baik," katanya.
Dr. Sandy juga berharap orang bisa tahu bagaimana harus bersikap saat orang terdekatnya merasa murung atau khawatir. Dia menekankan, diagnosis masalah kesehatan jiwa hanya untuk profesional, yakni psikolog atau psikiater.
"Bagian kita melihat dan care untuk mereka (yang mengalami masalah mental). Ini agar kita punya pengetahuan," pungkasnya.