Suara.com - Putra semata wayang Vanessa Angel dan Bibi Ardiansyah menjadi sorotan di tengah kabar duka kepergian orangtuanya akibat kecelakaan lalu lintas di Tol Jombang, Jawa Timur, Kamis (4/11/2021).
Bocah bernama Gala Sky Ardiansyah tersebut dikabarkan selamat dari maut dan foto mengenai kondisi putranya pun banyak beredar di media sosial.
Salah satunya yang diunggah oleh pebisnis asal Surabaya Tom Liwafa di akun Instagramnya. Saat ini, kata dia Gala tengah menjalani perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara, Nganjuk, Jawa Timur.
Menurut lelaki yang dikenal sebagai Crazy Rich Surabaya tersebut, Gala sekarang didampingi oleh sang istri, karena pengasuh bocah berusia satu tahun tersebut harus dilarikan ke rumah sakit di Surabaya.
Baca Juga: Sopir Mengantuk Penyebab Vanessa Angel dan Suami Kecelakaan, Ini Cara Mencegahnya
"Sahabat semua, Gala memang mengalami luka memar di bagian mata, nanun Insya Allah kondisi baik dan sudah dalam keadaan sadar," tulisnya dalam Instagram Story.
Kabar ini tentu disambut rasa syukur oleh keluarga, kerabat serta warganet. Namun, banyak yang bersimpati atas hal yang menimpanya. Meski belum sepenuhnya paham atas peristiwa yang baru saja ia lewati, kepergian orangtuanya tentu akan menjadi pengalaman yang traumatis.
Dilansir Parenting for Brain kematian orangtua tentu mempengaruhi kondisi mental dan psikologis seorang anak. Kesedihan dan rasa sakit bukanlah kompetisi. Dampak seumur hidup dari kehilangan orangtua di masa kanak-kanak tergantung pada hubungan orang tua-anak sebelum dan dukungan yang diterima anak setelah kematian.
Kebanyakan orang beranggapan bahwa kehilangan orang tua di usia yang lebih muda adalah hal terberat karena kehilangan figur attachment adalah hal yang menyakitkan.
Namun, jika anak memiliki sistem pendukung yang kuat untuk membantu mereka memproses kesedihan, mereka masih dapat mengembangkan keterikatan yang aman dan berkembang.
Baca Juga: Jenazah Vanessa Angel dan Bibi Ardiansyah Akan Dimakamkan Besok Setelah Salat Jumat
Kehilangan orangtua pada anak usia dini biasanya meningkatkan kemungkinan pengasuhan anak yang tidak memadai dan memperburuk status ekonomi keluarga.
Di beberapa keluarga, itu berarti meningkatnya tekanan bagi anak yang berduka untuk memikul tanggung jawab orang tua yang telah meninggal dan untuk mengasingkan diri dari teman-temannya.
Di lain pihak, kematian orangtua akan mengakibatkan kesejahteraan psikososial anak yang buruk, perubahan perilaku, peningkatan stres dan gangguan tidur.
Efek psikologis dari kehilangan ibu atau ayah selama tahun-tahun pembentukan sangatlah signifikan. Anak-anak yang mengalami kehilangan orang tua berada pada risiko yang lebih tinggi untuk terhadap dampak negatif, termasuk masalah mental (misalnya, depresi, kecemasan, keluhan somatik, gejala stres pasca-trauma), sekolah yang lebih pendek, keberhasilan akademis yang kurang, harga diri yang lebih rendah dan lebih banyak perilaku berisiko seksual.
Mengingat efek jangka panjang negatif yang terkait dengan kematian orangtua, sangat penting untuk orang-orang di sekitarnya membantu anak-anak berduka dengan cara yang sehat.
Lantas, bagaimana membantu dan mensukung anak yang berduka?
Family Bereavement Program (FBP) yang dikembangkan oleh Arizona State University (ASU) memabagikan strateginya.
1. Menormalkan proses berduka
Bagaimana kematian orangtua di masa kanak-kanak mempengaruhi seorang anak tergantung pada bagaimana orang dewasa berpengaruh di sekitar mereka bereaksi terhadap kesedihan mereka.
Seorang anak yang kehilangan orang tua perlu mengetahui bahwa menunjukkan emosi dan berbicara tentang orang yang meninggal adalah hal yang dapat diterima. Menormalkan proses berduka itu penting. Hal ini memungkinkan anak-anak untuk mengurangi kecemasan tentang masa depan.
Anak-anak boleh merasakan berbagai emosi setelah kematian orangtua mereka termasuk kemarahan dan rasa bersalah. Mereka perlu tahu bahwa kematian bukanlah kesalahan mereka. Juga normal bahwa anak mungkin berpikir mereka melihat atau bermimpi tentang orang tua mereka yang sudah meninggal. Mereka tidak harus melupakan orangtua yang meninggal.
2. Gunakan Pola asuh yang positif
Cukup sering, anak-anak dapat mengomunikasikan kesulitan mereka menyesuaikan diri dengan perubahan setelah kematian dengan berperilaku tidak baik. Dengan menggunakan pola asuh positif, orang dewasa menciptakan hubungan yang positif pula dan lingkungan yang memungkinkan komunikasi terbuka.
Orang dewasa yang mengasuh anak dengan mempraktikkan pola asuh positif akan selalu bersikap hangat dan suportif. Mereka menggunakan disiplin positif yang efektif dengan baik dan tegas.
Pola asuh positif yang efektif dapat membantu penyesuaian diri anak setelah kematian orangtuanya. Ini mengurangi kemungkinan penyakit mental anak seperti gangguan depresi berat dan mendorong adaptasi yang lebih baik pada anak-anak yang berduka.
3. Kurangi paparan anak terhadap peristiwa kehidupan negatif
Peristiwa kehidupan negatif setelah kehilangan orangtua terkait dengan peningkatan masalah kesehatan mental anak. Misalnya, liburan bisa jadi sulit bagi keluarga yang berduka dalam dua tahun pertama, terutama anak-anak.
Pengasuh dapat menggunakan keterampilan mendengarkan yang baik untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi anak-anak untuk membicarakan perasaan mereka tentang liburan.