Suara.com - Masalah stunting masih jadi tantangan sektor kesehatan di Indonesia. Bahkan, Drs. Fransiskus S Sodo, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Manggarai Barat, mengatakan bahwa stunting merupakan masalah sosial yang cukup besar di NTT, termasuk di Manggarai Barat, yakni sekitar 15.1 persen dari jumlah balita yang diukur.
“Kami menargetkan angka stunting turun ke 10 persen pada tahun depan,” kata Fransiskus S Sodo dalam keterangannya.
Untuk itu, Tim pengabdian masyarakat Universtias Indonesia berkunjung ke Manggarai Barat. Mereka berbagi pengetahuan dengan penduduk setempat terkait dengan masalah stunting.
Ketua Tim Pengabdi, yang juga dosen Prodi Humas, Pijar Suciati S.Sos., M.Si., mengatakan bahwa stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan fisik maupun otak akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama.
Baca Juga: Pesan Steak Ayam ala Restoran Bintang 5, Saat Datang Tampilannya Bikin Nggak Selera Makan
Hal itu mengakibatkan anak stunting lebih pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir.
“Penyebab stunting adalah rendahnya akses terhadap makanan bergizi, kurangnya asupan vitamin dan mineral dan minim dalam konsumsi sumber protein hewani dalam jangka panjang,” kata Pijar.
Maka, edukasi yang diberikan adalah workshop memasak makanan bergizi bagi orangtua dari anak yang mengalami stunting.
Pada workshop memasak juga disampaikan tentang nilai kandungan gizi serta tips cara masak yang baik sesuai standar Perilaku Hidup Bersih & Sehat (PHBS), seperti proses mencuci tangan dan bahan makanan sebelum dimasak.
Tim tersebut memberikan materi edukasi berupa video untuk 6 (enam) resep masakan bergizi dan kalender edukatif, sehingga dapat terus diulang dan dipelajari setelah kegiatan selesai.
Baca Juga: Dinkes Batam: Vaksin Anak Usia 9-11 Tahun Dilaksanakan Tahun Depan
Lebih lanjut Pijar menjelaskan terdapat 6 (enam) menu padat gizi yang menjadi materi edukasi adalah Tahu Kukus Daun Kelor, Bola-Bola Ikan Tongkol/Tuna, Tumis Teri Daun Kelor, Bubur Jakeca (Jagung, Kelor, Cakalang), Agar-agar Kelapa Muda Gula Aren yang disajikan dalam bentuk video dan juga kelendar edukasi.
“Pemilihan jenis pangan tersebut didasarkan pada FGD yang telah dilakukan pada Sepember lalu tentang pola konsumsi masyarakat,” ujar Pijar.
Dalam materi edukasi tersebut terdapat resep, kandungan gizi dan cara memasak yang baik. Di dalamnya tercantum pula resep yang mudah, tetapi padat gizi, antara lain mengandung protein, karbohidrat, maupun serat yang seimbang untuk menjadi menu sehari-hari.
“Dengan pengetahuan yang baik, masyarakat dapat mengoptimalkan sumber pangan yang ada, sehingga anak-anak dapat tumbuh sesuai tahapan perkembangan yang seharusnya,” kata Pijar.