Masih Marak Terjadi, Benarkah Operasi Kelamin Jadi Solusi untuk Interseks?

Selasa, 26 Oktober 2021 | 22:09 WIB
Masih Marak Terjadi, Benarkah Operasi Kelamin Jadi Solusi untuk Interseks?
Ilustrasi interseks (Sumber: Shuttertsock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hingga kini, operasi kelamin saat masih bayi atau anak usia dini masih menjadi pilihan untuk 'mengatasi' kondisi interseks. Masa ketika seseorang terlalu kecil untuk memberi consent (persetujuan seksual) atas dirinya.

Diperkirakan 1,7% hingga 4% orang di seluruh dunia adalah interseks, yang artinya mereka tidak cocok dengan norma khas untuk wanita maupun pria.

Orang interkseks memiliki perbedaan karakteristik seks yang bisa terjadi secara alami pada tingkat kromosom, hormon, dan/atau anatomi, lapor Medical Xpress.

Misalnya, hipospadia. Kondisi yang umum terjadi pada hipospadia adalah adanya lubang uretra di bawah penis. Kondisi ini dialami salah satu atlet voli Indonesia, Aprilia Manganang, yang sekarang berganti nama menjadi Aprilio Perkasa Manganang.

Baca Juga: Nadiem Makarim Janji Hapus Kekerasan Seksual di Dunia Pendidikan, Bagaimana Caranya?

Meski hipospadia bukan masalah kesehatan, banyak orang mengubah penampilan hipospadik ini dengan operasi kelamin.

Ilustrasi LGBT, Penyimpangan Seksual. (Shutterstock)
Ilustrasi interkseks (Shutterstock)

Padahal, operasi ini dapat ditunda sampai anak-anak lebih besar dan mampu memberikan atau menolak consent.

Tidak ada dasar biomedis yang jelas untuk operasi semacam ini. Prosedur ini juga tidak menyelematkan nyawa dan menempatkan anak pada beberapa risiko yang muncul setelahnya.

Pembedahan pada anak-anak dengan genital yang bervariasi (seperti hipospadia) mungkin tampak meningkatkan kesejahteraan.

Tetapi penelitian mendapati adanya efek berbahaya dari setiap operasi yang dimaksudkan untuk menunjukkan penampilan yang lebih 'laki-laki' atau 'perempuan' ini.

Baca Juga: Penumpang Bus Malang - Jakarta Mengalami Pelecehan Seksual, Kondektur Dipecat

Human Rights Watch dalam lamannya mengatakan praktisi semakin menyadari penderitaan pasien interseks yang menjalani operasi tanpa persetujuan mereka.

Operasi kelamin pada anak-anak interseks bisa menimbulkan risiko penentuan jenis kelamin yang salah. Selain itu, prosedur ini juga bisa memengaruhi kesuburan sang anak, menyebabkan kebutuhan akan terapi hormon seumur hidup.

Namun, ada juga beberapa dokter menentang untuk melakukan operasi dini yang tidak perlu dalam kondisi seperti ini.

Terlepas dari perkembangan yang menjanjikan dalam perawatan untuk orang interseks, bidang ini tetap penuh dengan standar perawatan yang tidak merata dan tidak memadai.

Pada akhirnya, HRW mengatakan bahwa operasi seperti ini merusak banyak hak anak interseks atas integritas tubuh dan kesehatan sang anak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI