Suara.com - Gelombang kedua Covid-19 yang terjadi di Indonesia pada periode Juli-Agustus lalu berdampak terhadap layanan kesehatan lainnya.
Lewat temuan CISDI, ada empat layanan kesehatan yang sulit diakses masyarakat selama tiga bulan terakhir.
"Empat layanan yang paling sulit diakses selama tiga bulan terakhir itu adalah perawatan medis darurat, perawatan jangka panjang di rumah, kemudian pengobatan rutin penyakit kronis, dan kesehatan mental," kata peneliti CISDI Indonesia Olivia Herlinda dalam konferensi pers virtual, Senin (25/10/2021).
Olivia menambahkan, wilayah Papua menjadi provinsi dengan rata-rata kebutuhan layanan yang tidak terpenuhi. Sementara masalah layanan kesehatan paling rendah terjadi di Bali, hanya 5 persen.
Baca Juga: Dampak Covid-19, Layanan Kesehatan Digital di Indonesia Berkembang Pesat
Dari survei juga ditemukan, di beberapa daerah, masalah layanan kesehatan bahkan sudah terjadi sebelum ada pandemi Covid-19.
"Lebih dari 25 persen responden melaporkan adanya hambatan bagi masyarakat dalam mendapatkan layanan kesehatan yang mereka butuhkan sejak sebelum pandemi covid-19," ucapnya.
Hambatan yang terjadi berupa, layanan jarak menuju fasilitas kesehatan, keterbatasan transportasi, juga pelayanan kesehatan kekurangan tenaga kesehatan.
Sedangkan sejak adanya pandemi Covid-19, CISDI melihat adanya ketakutan masyarakat terinfeksi Covid-19 jika datang ke fasilitas kesehatan.
"Juga takut di-covid-kan dan masalah seperti penutupan fasilitas kesehatan atau over kapasitas juga menjadi hambatan," imbuhnya.
Baca Juga: Praktis dan Tanpa Risiko, Layanan Telemedicine Jadi Alternatif Pengobatan di Masa Pandemi
Meski begitu, ada pula layanan kesehatan yang dirasa masih mudah diakses selama tiga bulan terakhir. Yakni, layanan persalinan, pelayanan imunisasi, pemeriksaan kehamilan, dan layanan kontrasepsi.
Olivia menyampaikan, rata-rata di atas 80 persen responden menyatakan keempat layanan kesehatan itu masih mudah dijangkau selama terjadi gelombang kedua Covid-19 di Indonesia.
"Hal ini mungkin disebabkan karena adanya kontribusi dari puskesmas, pospindu, bidan desa ataupun kader kesehatan lainnya," katanya.