“Oleh karena disebabkan berbagai faktor, diagnosis, dan tata laksana LUTS dan kondisi lain di bidang urologi fungsional perlu dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu. Diagnosis dilakukan dengan wawancara pasien, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang bertujuan untuk memperoleh strategi tata laksana yang tepat,” katanya menjelaskan.
Harrina memaparkan bahwa tata laksana lini pertama di bidang urologi fungsional selalu dimulai dengan modifikasi gaya hidup, terapi perilaku, dan terapi fisik. Apabila diperlukan, terapi obat atau tindakan operasi dapat dilakukan. Tata laksana memerlukan komunikasi dan kerja sama yang baik dengan sejawat dari disiplin ilmu terkait.
Beberapa tahun terakhir perkembangan maha data (big data), otomatisasi, dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) berkembang pesat termasuk di bidang urologi fungsional. Hal tersebut memerlukan kerja sama dengan bidang ilmu lain di kedokteran dan di luar kedokteran.
Beberapa sistem kecerdasan buatan telah diterapkan dan akan terus berkembang di bidang urologi fungsional baik untuk diagnosis, terapi pembedahan, dan penemuan alat baru. Kombinasi maha data dengan kecerdasan buatan dapat diterapkan dalam proses deteksi dini, diagnosis, memperkirakan keberhasilan terapi, operasi menggunakan robot, penilaian efektivitas biaya, dan penelitian.
Pengukuhan Harrina menjadi guru besar tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) menambah jumlah profesor/ahli FKUI di bidang urologi yang memiliki keahlian khusus di bidang urologi wanita, gangguan berkemih, urodinamik, serta gangguan seksual wanita. Ia bersama empat guru besar lainnya dikukuhkan oleh Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, Ph.D., yang berlangsung pada Sabtu (16/10).
Harrina menyelesaikan studi jenjang sarjana (2000) dan program spesialis (2006) di FKUI. Kemudian pada tahun 2009, ia meraih gelar Doctor of Philosophy dari Hannover Medical School, Hannover, Jerman. Ia cukup aktif sebagai pembicara dalam berbagai pertemuan ilmiah tingkat nasional dan internasional. Pada tahun 2020, ia menerima penghargaan sebagai Best Presentation in Female Clinical Category at 22nd Congress of the European Society of Sexual Medicine (ESSM), Praha, Cekoslowakia (co-author).