Suara.com - Usai mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan, anak bisa diberi makanan pendamping ASI (MPASI). Di periode MPASI tersebut, anak tidak hanya diajarkan tentang rasa makanan, tapi juga bertahap belajar makan sendiri.
Hingga saat mencapai usia 2 tahun, diharapkan anak sudah bisa memegang sendok dan bisa makan sendiri. Meski begitu, dokter spesialis anak dr. Meta Hanindita, Sp.A. mengatakan kalau target tersebut butuh proses dan latihan perlahan.
Saat awal MPASI atau usia 6 bulan, anak memang belum bisa memegang sendok. Sehingga makan masih disuapi sepenuhnya.
"Seiring bertambahnya usia, kita sudah mulai bisa mengajari anak makan sendiri. Awalnya mungkin kita ajari finger food dulu. Jadi ada makanan yang masih kita suapi, tapi anak diminta untuk konsumsi atau kasih makanan yang bisa dipegang," jelas dokter Meta saat siaran langsung Instagram bersama Tasya Kamila, Rabu (20/10/2021).
Baca Juga: Anak Tidak Suka Makan Buah dan Sayur? Jangan Dimarahi, Lakukan 7 Tips Ini
Seiring bertambahnya usia, orangtua bisa memberikan anak sendok sendiri. Tetapi, orangtua juga tetap menyuapi anak. Tujuannya agar anak mulai belajar menyuap sendiri dengan sendok. Namun, lantaran khawatir lebih banyak yang tidak termakan, sehingga orangtua tetap perlu menyuapi anak.
"Karena makanan yang masuk ke anak mungkin lebih sedikit. Daripada kebuang, itu sebabnya Ibu masih harus membantu mendampingi. Tapi kalau di atas 2 tahun, kebanyakan anak-anak bisa makan sendiri," ucapnya.
Namun diakui dokter Meta, membiarkan anak usia 2 tahun makan sendiri sebenarnya juga berisiko makanan tidak dimakan sepenuhnya. Sehingga yang dikhawatirkan justru asupan nutrisinya jadi tidak optimal.
Pada usia tersebut juga anak mulai mengalami fase neophobia atau ketakutan mencoba makanan baru. Buntutnya, bisa mengakibatkan anak jadi picky eater atau pilih-pilih makanan.
Jika demikian, dokter Meta menegaskan, orangtua jangan pernah memaksa anak untuk melahap makanan yang ia tidak suka.
Baca Juga: Sebenarnya Es Krim Boleh Dikonsumsi Anak Mulai Umur Satu Tahun, Lho?
"Yang berhak menentukan seberapa banyak yang dimakan, apa saja yang mau dimakan, itu adalah hak anak sepenuhnya. Selama dia bertumbuh dengan baik, berat badannya naik dengan baik, kemudian tinggi badannya juga naik dengan baik, artinya kebutuhan nutrisi sudah tercukupi dengan baik," tuturnya.
Ia menambahkan, tugas orangtua sebenarnya hanya menyiapkan makanan bervariasi sesuai dengan kebutuhan nutrisi anak. Sedangkan anak berhak untuk memilih mau seberapa banyak menghabiskan makanan yang disediakan.
Bahkan membujuk ataupun mengimingi anak dengan sesuatu agar mau makan pun sebaiknya tidak dilakukan oleh orangtua.
"Membujuk anak makan secara halus itu juga termasuk memaksa. Kita masih memperkenalkan sinyal lapar dan kenyang pada anak, dengan kita membujuk rayu secara halus, memaksa walaupun baik-baik saja, itu sama saja dengan tidak menghargai sinyal lapar dan kenyang anak. Karena yang tahu sinyal lapar dan kenyang itu hanya anak," ucapnya.
Lain halnya jika sekadar memberikan informasi tentang manfaat makanan yang harus dimakan tanpa ada kalimat meminta anak untuk melahapnya.
"Misalnya memberi tahu anak kalau makan daging nanti bisa cepat tinggi, lho. Itu gak apa-apa, karena keputusan makan atau tidak tetap ada pada anak," pungkasnya.