Suara.com - Gangguan saluran cerna umum terjadi pada bayi baru lahir. Namun, orangtua juga harus jeli memerhatikan apakah gangguan saluran cerna yang dialami anak masih normal atau termasuk tanda alergi. Oleh sebab itu deteksi dini penting dilakukan tiap kali bayi alami masalah pencernaan.
Dokter spesialis anak konsultan gastro hepatologi dr. Frieda Handayani, Sp.A (K)., menjelaskan bahwa gangguan saluran cerna normal terjadi pada bayi karena sistem pencernaannya memang belum berfungsi maksimal. Kondisi itu secara medis disebut dengan gangguan saluran cerna fungsional atau FGID.
"Gangguan saluran cerna fungsional adalah gangguan yang terjadi secara kronis, terjadi lama, dan berulang," papar dokter Frieda dalam webinar Bicara Gizi 'Gejala Saluran Cerna vs Gangguan Saluran Cerna Fungsional: Cara Membedakannya' beberapa waktu lalu.
Agar lebih mudah dipahami, dokter Frieda menjabarkan cara membedakan antara FGID dengan gangguan alergi pada bayi baru lahir.
Baca Juga: 6 Doa Yang Wajib Dibaca Saat Bayi Baru Lahir Ke Dunia
1. Penyebab FGID
Pada kondisi FGID, tubuh bayi tidak akan ditemukan kelainan anatomi atau kelainan biokimia dan struktur dari organ saluran cernanya. Tapi berbagai keluhan memang mungkin terjadi, seperti kolik atau sakit perut mendadak, gumoh, sembelit, juga diare. Keluhan itu diakibatkan fungsi organ cerna bayi memang belum berfungsi optimal.
Sementara alergi terjadi akibat adanya gangguan pada sistem imun bayi yang terlalu responsif menangani makanan atau minuman tertentu. Dokter Frieda mengatakan, alergi yang paling umum terjadi pada bayi biasanya alergi protein susu sapi.
Seiring usia bayi bertambah dan sudah mendapatkan makanan pendamping ASI, risiko alergi bisa makin luas. Misalnya, alergi pada telur, kacang-kacangan, ikan, debu, hingga bulu hewan.
2. Riwayat keluarga
Baca Juga: Berapa Jam Seharusnya Bayi Baru Lahir Tidur dalam Sehari? Simak Kata Ahli
FGID terjadi secara alami karena organ tubuh manusia yang belum optimal pascalahir . Seiring bayi bertambah usia, setiap organnya akan bertumbuh dan berfungsi dengan baik.
Sedangkan alergi umumnya karena faktor genetik. Dokter Frieda menjelaskan, jika bapak dan ibunya memiliki alergi jenis yang sama, maka kemungkinan anak juga memiliki alergi hingga 60-80 persen.
Kalaupun, orangtua tidak terlihat gejala alerginya, tapi kakak kandung si anak pernah alami alergi saat bayi, ada kemungkinan juga bisa terjadi pada adiknya.
"Jika kakak kandung juga mengalami alergi maka kemungkinan alerginya 60 persen. Jadi kita harus lihat pada riwayat atopi di dalam keluarga," ucapnya.
3. Frekuensi terjadinya
Gangguan saluran cerna yang fungsional atau FGID terjadi hanya sementara. Misalnya kolik biasanya terjadi saat bayi berusia 6 sampai 13 minggu. Setelah itu, saluran cernanya sudah lebih baik, sehingga bayi tidak lagi terlalu rentan alami kolik.
Gejala keluhan FGID umumnya membaik setelah sekitar 2-4 minggu. Tapi jika lebih dari itu, kemungkinan anak alami alergi atau ada penyebab lain dari gangguan saluran cerna.
4. Angka kejadian
Menurut dokter Frieda, angka kejadian FGID cukup besar terjadi pada masa awal kehidupan bayi.
"Gumoh seringkali dialami hampir 30 persen bayi di bawah usia 6 bulan. Kemudian kolik atau sakit perut mendadak terjadi pada 20 persen bayi, sembelit karena bayi susah mengejan dan susah mengeluarkan BAb terjadi pada 15 persen bayi. Ada juga bayi alami diare jumlahnya kurang dari 10 persen bayi," paparnya.
Sedangkan alergi lebih sedikit. Prevalensi bayi alami alergi protein susu sapi di Indonesia ada sekitar 2 sampai 7,5 persen. Lebih sedikit dibandingkan dengan gangguan saluran cerna fungsional yang bisa mencapai 50 sampai 60 persen.
"Itu terjadi karena alergi melibatkan sistem imun jadi tidak banyak anak-anak yang menderita alergi berat. Sedangkan kalau gangguan saluran cerna fungsional itu terjadi karena belum sempurna saluran cerna anak jadi memang lebih sering terjadi," pungkasnya.