Ibu, Ini 3 Masalah Saluran Cerna Paling Umum Pada Anak

Minggu, 17 Oktober 2021 | 14:38 WIB
Ibu, Ini 3 Masalah Saluran Cerna Paling Umum Pada Anak
Ilustrasi bayi (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anak terutama bayi baru lahir belum memiliki saluran cerna yang berfungsi optimal. Karenanya, pada beberapa bayi kerap kali mengalami gangguan saluran cerna pada minggu-minggu awal kehidupannya.

Meski umum terjadi, gangguan saluran cerna fungsional atau FGID tidak bisa dianggap remeh. Karena jika tidak ditangani dengan baik dan benar, bisa memengaruhi proses tumbuh kembang bayi.

"Dari awal gangguan saluran cerna harus diatasi dengan baik. Tentu saja promotif dan prefentif seperti membiasakan hidup sehat dan cara menghindari penyakit dari awal, itu adalah edukasi sangat penting," kata Dokter spesialis anak konsultan gastro hepatologi dr. Frieda Handayani, Sp.A (K)., dalam webinar Bicara Gizi bersama Danone Indonesia, beberapa waktu lalu.

Ada tiga FGID yang umum terjadi pada bayi baru lahir. Di antaranya adalah:

Baca Juga: Duh, Peneliti Temukan Mikroplastik di Kotoran Bayi yang Baru Lahir

1. Kolik

Ilustrasi bayi. (Pexels)
Ilustrasi bayi. (Pexels)

Kolik adalah sakit perut yang intens dan tiba-tiba. Bahkan bisa terjadi saat anak sedang tidur lalu menangis akibat sakit perut yang hebat. Sehingga kondisi kolik tidak berhubungan dengan bayi mau buang air besar ataupun baru minum ASI. 

Dokter Frieda menjelaskan, tingkat sakit kolik biasanya naik turun. Terkadang hanya sakit ringan, namun bisa juga sangat sakit dan berlangsung berjam-jam. 

"Kolik sering terjadi pada bayi usia 6 minggu dengan puncaknya terjadi usia 2 bulan. Akan berkurang pada usia 3-4 bulan. Jadi masa kolik tidak selamanya," jelas dokter Frieda.

Lantaran sistem saluran cerna bayi belum berfungsi optimal, sering terjadi penumpukan gas di perutnya. Hal itu yang menyebabkan sakit perut bahkan hingga muntah.

Baca Juga: Hukum Adzan Bayi Baru Lahir, Keutamaan dan Tata Caranya

"Namun yang perlu diingat, kolik bukan penyakit dan hanya gangguan saluran cerna fungsional, maka tumbuh kembang anak tidak terganggu. Maksudnya berat badannya tetap naik sesuai kurva dan sesuai target," kata dokter Frieda.

Proses perkembangan bayi, seperti kemampuan menoleh, tengkurap hingga merangkak juga seharusnya tidak terganggu karena adanya kolik.

2. Gumoh

Ilustrasi bayi. (Unsplash)
Ilustrasi bayi. (Unsplash)

Pada bayi usia lebih dari 1 minggu bisa tiba-tiba kembali mengeluarkan ASI setelah minum. Kondisi itu bisa disebut juga sebagai gumoh.

Menurut dokter Frieda, gumoh juga tidak berbahaya bila pertumbuhan bayi tetap sesuai target, yakni 20-25 gram per hari untuk bayi di bawah 1 bulan. Ia juga menekankan kalau gumoh beda dengan muntah. 

"Kalau gumoh terjadi secara sukarela mengeluarkan kelebihan ASI dari kerongkongan atau mulutnya seperti meludah. Dan anak masih happy, tidak tampak kesakitan," katanya.

Makin sempurnanya saluran cerna bayi, maka gumoh akan makin berkurang. Biasanya saat bayi mulai menginjak usia 4-6 bulan. Kemudian akan hilang sama sekali pada usia 9-12 bulan.

3. Kontipasi atau sembelit 

Ilustrasi bayi. (Pixabay)
Ilustrasi bayi. (Pixabay)

Kontipasi sering kali terjadi, terutama pada bayi yang sudah berusia 6 bulan ke atas dan sudah mendapatkan MPASI. Meski begitu, konstipasi juga sering terjadi pada masa bayi di bawah 6 bulan yang membuat ia kesulitan mengejan juga buang air besar.

"Jika tinja yang keluar itu masih berbentuk lembut, lunak kita katakan sebagai nyeri perut yang masih normal. Tapi jika bentuknya bulat, keras, warnanya juga hitam itu bisa kita kategorikan ke dalam konstipasi atau sembelit," jelas dokter Frieda.

Kontipasi ditandai dengan frekuensi BAB yang jarang terjadi. Bahkan bisa selama 2 minggu bayi tidak BAB. Normalnya, bayi yang mendapatkan ASI eksklusif memang frekuensi buang air besarnya tidak teratur. Namun biasanya 6 kali sehari hingga 10 hari.

"Semua itu tergantung dari makanan ibu, jumlah asupan air Ibu, ketiga umlah asupan serat Ibu, keempat maturitas dari saluran cerna bayi, kelima juga bagaimana kondisi kelahiran bayi apakah prematur atau cukup bulan," jelasnya.

Menurut dokter Frieda, sebagian besar anak-anak mengalami konstipasi fungsional hampir 90 persen terjadi akibat gangguan fungsi saluran cerna. Sedangkan 10 persen konstipasi akibat kelainan organ, misalnya ada penyempitan atau penyumbatan saluran cerna yang menyebabkan tinja tidak bisa dikeluarkan dari usus.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI