Suara.com - Risiko dan bahaya sunat perempuan telah banyak di bahas di kalangan medis. Namun, dokter yang menolak melakukan sunat perempuan justru dinaggap tidak patu syariat Islam.
Hal ini diungkap langsung Spesialis Obgyn, dr. Muhammad Fadli, berdasarkan temuan di daerah banyak dokter atau petugas medis yang menolak praktik sunat perempuan.
"Jadi menggampangkan tenaga medis di luar sana yang terpojok, karena kasihan buka prakatik ada khitan dan menolak, jadi sepi karena dianggap tidak ikut syariat islam," ujar dr. Fadli dalam konferensi pers penelitian Kalyanamitra, Jumat (15/10/2021).
Perlu diketahui sunat perempuan atau dalam istilah medis disebut Pemotongan Pelukaan Genitalia Perempuan atau P2GP, adalah tindakan yang tidak dipelajari bahkan tidak ada dalam kaidah kedokteran manapun di dunia.
Baca Juga: 5 Manfaat Sunat Bagi Kesehatan yang Wajib Diketahui
Praktik ini tidak dipelajari karena berbahaya dan tidak memiliki keuntungan atau kepentingan kesehatan, berbeda dengan sunat pada lelaki yang memang bisa mencegah penyakit kelamin jika tidak dilakukan.
Sedangkan sunat perempuan, selain tidak memiliki keuntungan bisa juga menyebabkan penyakit gangguan menstruasi, pendarahan, bahkan kematian.
"Bukan hanya karena tidak memiliki SOP tanpa bius tanpa sterilisasi, tapi praktik sunat pada perempuan tidak ada untungnya, dan tidak ada yang memiliki kompetensinya. Masa iya, kita mau pergi naik pesawat pilotnya tidak punya sim izin terbang," ungkap dr, Fadli.
Lantaran praktik ini tidak memiliki SOP atau standar kedokteran, maka yang paling banyak melakukan sunat perempuan menurut riset Kalyanamitra 2021 adalah para bidan yakni sebanyak 66 persen.
Sisanya disusul sunat perempuan dilakukan dokter 32 persen, dan praji atau dukun bayi 29 persen, yang umumnya menyunat anak saat baru lahir.
Baca Juga: Bukan Sekadar Perintah Agama, Ini 5 Manfaat Sunat Bagi Kesehatan
Alat yang digunakan juga tidak ada standarisasi, mayoritas menggunakan gunting, kapas, pinset hingga jarum.