Suara.com - Sebuah penelitian yang didukung oleh National Institute of Mental Health (NIMH) Amerika Serikat, menunjukkan bahwa cara otak merespons stres setelah peristiwa traumatis dapat memprediksi hasil kesehatan mental jangka panjang.
Bukti dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa umum bagi orang untuk memperlihatkan berbagai respons setelah pengalaman traumatis, seperti bencana alam atau kecelakaan serius.
Ada yang menunjukkan gejala awal yang seiring waktu berkurang, sementara yang lainnya mempunyai gejala jangka panjang yang menyulitkan mereka beraktivitas sehari-hari.
Medical Xpress melaporkan bahwa peneliti menganalisis aktivitas otak para peserta yang baru saja mengalami kecelakaan.
Baca Juga: Peduli Isu Kesehatan Mental, Kobe Boga Utama Gandeng Ease Indonesia Gelar Talk Show
Dua minggu setelahnya, peneliti mengukur otak melalui MRI fungsional saat mereka menyelesaikan serangkaian tugas berbasis komputer standar.
Selama enam bulan berikutnya, para peserta melaporkan bahwa mereka mengalami gejala gangguan stres pasca-trauma (PTSD), depresi, disosiasi, kecemasan, dan impulsif.
Melihat profil aktivitas otak peserta dalam kaitannya dengan hasil kesehatan mental mereka, peneliti Jennifer Stevens, Ph.D, menemukan otak peserta yang menunjukkan aktivitas tinggi terkait ancaman dan penghargaan melaporkan gejala PTSD yang lebih tinggi dan kecemasan.
Temuan ini adalah studi pendahuluan dan tambahan dengan sampel yangg lebih besar, yang akan diperlukan untuk mengonfirmasi dan memperbaiki profil berbasis otak ini.
Namun, temuan awal ini menunjukkan bahwa profil otak orang yang mengalami trauma dapat memberikan informasi penting tentang kerentanan seseorang terhadap stres setelah mengalami kejadian traumatis.
Baca Juga: Kampanye Ride To Sky, Sebarkan Awareness Mengenai Kesehatan Mental