Mengenal Pre-Existing Condition, yang Bisa Bikin Klaim Asuransi Kesehatan Dibatalkan

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Kamis, 14 Oktober 2021 | 14:15 WIB
Mengenal Pre-Existing Condition, yang Bisa Bikin Klaim Asuransi Kesehatan Dibatalkan
Ilustrasi asuransi kesehatan. (Dok: Istimewa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Belakangan ramai Wanda Hamidah yang protes soal klaim asuransi kesehatan yang tidak sesuai harapan. Ia mengaku kecewa karena manfaat pertanggunan yang didapatkan tidak sesuai yang dijanjikan.

Menariknya dalam kolom komentar yang berisi saling sengketa, pro dan kontra, ada komentar dari sebuah akun yang memberikan penjelasan terkait tak sesuainya manfaat asuransi yang diterima oleh anak sang politisi tersebut.

Setelah mencoba merekonstruksi kronologi cerita yang terbangun dalam akun di media sosial tadi, pemilik akun dalam kolom komentar itu menyimpulkan bahwa apa yang dialami nasabah adalah terjadinya klausul pre-existing condition dalam asuransi, yang memang bisa berujung pada pembatalan perjanjian dan klaim dari perusahaan asuransi.

Lantas, apa sebenarnya klausul pre-existing condition dalam asuransi, dan mengapa ia bisa berujung pada pembatalan klaim nasabah?

Baca Juga: Pengakuan Wanda Hamidah Merasa Ditipu Asuransi Kesehatan

Dalam keterangannya, Kamis, (14/10/2021), pengamat asuransi yang juga dosen program master di MM Universitas Gadjah Mada (UGM) Kapler Marpaung mengatakan, pre-existing condition merupakan kondisi kesehatan yang sudah ada sebelum polis asuransi berlaku.

“Biasanya, pre-existing condition ini menjadi pengecualian perlindungan yang diberikan. Misalnya jika seorang nasabah telah memiliki penyakit jantung bawaan yang sudah ia derita sebelum membeli polis asuransi. Lalu saat mengajukan Surat Permohonan Asuransi Jiwa atau Asuransi Kesehatan, penyakit bawaan tersebut tidak disampaikan kepada perusahaan asuransi," kata Kapler.

Maka jika setelah polis berlaku dan ia mengajukan klaim atas penyakit jantungnya, klaim tersebut bisa dibatalkan oleh perusahaan asuransi.

Menurut pria yang juga menjabat sebagai Chairman Wealth Management Standard Board Indonesia (WMSBI) ini, sejatinya pembatalan klaim akibat dikenakannya klausul pre-existing condition bisa dihindari dengan cara memberikan keterangan perihal riwayat kesehatan dan medis si calon nasabah secara terbuka dan transparan.

Untuk isu yang berkembang baru-baru ini yang berujung pada keluhan sang aktris tadi, menurut Kapler saat nasabah memutuskan membeli polis asuransi kesehatan misalnya, seharusnya ia mengemukakan seluruh data medis yang dia miliki di surat permohonan perlindungan asuransi.

Baca Juga: Garda Healthtech, Produk Asuransi Kesehatan Perorangan dari Asuransi Astra dan Halodoc

“Agar perusahaan asuransi bisa menentukan atau memutuskan, apakah asuransi akan menerima permohonan itu, atau apakah perusahaan akan menerima dengan sejumlah syarat, atau justru perusahaan asuransi akan menolak," kata Kapler

Sehingga jika di belakang hari terjadi klaim tidak akan timbul masalah seputar legalitasnya.

“Jadi si calon nasabah harus mengemukakan semua riwayat kesehatannya. Keterbukaan harus dilakukan,” imbuhnya.

Kapler juga mengatakan, perusahaan asuransi tertentu bisa saja menetapkan kebijakan agar nasabah masih bisa mendapatkan program perlindungan yang diberikan.

Ia mencontohkan, jika si nasabah ternyata memiliki jejak medis penyakit berat tertentu, perusahaan asuransi bisa saja menyiapkan kontrak dengan klausul bahwa manfaat klaim baru bisa diterima si nasabah setelah melewati periode waktu tertentu setelah polis diterbitkan.

“Ada perusahaan asuransi yang mau menjamin risiko tertentu yang sudah terjadi sebelum polis berlaku. Hanya saja klaim baru bisa dilayani setelah dua tahun polis berlaku, misalnya. Atau ada juga yang berlaku setelah tiga tahun polis berjalan. Tergantung jenis penyakit kritisnya,” kata Anggota Dewan Penasihat Asosiasi Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (ABAI) ini.

Namun demikian klausul yang bisa berujung pada solusi win-win bagi nasabah dan perusahaan asuransi ini, menurut Kapler baru bisa terwujud jika sejak awal telah diterapkan keterbukaan informasi dari nasabah kepada perusahaan asuransi.

“Ini kan semacam itikad baik dari perusahaan dalam memberikan perlindungan asuransi kepada masyarakat,” katanya.

Kapler juga mengatakan, di sisi lain industri asuransi harus mampu memberikan edukasi yang sangat rinci kepada calon nasabah, demi menghindari terjadinya mis-selling.

Berikutnya, Kapler juga mengimbau agar nasabah mau membaca setiap klausul perjanjian asuransi secara seksama, sehingga mereka bisa mengajukan keberatan atau ralat jika terdapat pasal-pasal yang dinilai tidak menguntungkan.

“Yang kurang dipahami betul oleh masyarakat sebagai calon nasabah, mereka itu sebenarnya memiliki masa free look period, atau free look provision. Artinya calon pemegang polis memiliki waktu untuk memeriksa terlebih dahulu polisnya, atau mempelajari kembali, untuk mengambil keputusan final. Jika isi klusul polis tersebut dianggap tidak sesuai dari yang diinginkan, polis bisa dibatalkan dan uang premi yang dibayarkan akan dikembalikan,” kata Kapler.

Umumnya periode free look provision ini berdurasi 14 hari sejak calon nasabah menerima polis, dan semua produk asuransi jiwa dan kesehatan menerapkan klausul tersebut sebagai itikad baik dari perusahaan asuransi, agar tak ada prasangka buruk bahwa perusahaan asuransi hanya mengejar target penjualan polis semata.

“Jadi, sebelum membeli polis, pahami produk yang diinginkan. Baca secara seksama pasal-pasal perjanjian dalam polis, dan berikan semua keterangan tentang diri pribadi secara transparan dan jujur. Agen penjual tidak mengetahui kondisi sebenarnya dari calon nasabahnya, hanya pribadi si calon nasabahnya yang mengetahui,” tandas Kapler.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI