Suara.com - Penyintas Covid-19 bukan hanya mengalami masalah pada kesehatan fisik, tapi juga kesehatan mental. Seperti dilansir dari ANTARA, psikolog Inez Kristanti, M.Psi memaparkan tentang status kesehatan mental di Indonesia selama pandemi COVID-19.
Sebuah studi dari Iskandarsyah, A. (2020, 29 April) dengan 3.686 responden dari 33 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa 72 persen partisipan dilaporkan mengalami kecemasan dan 23 persen partisipan dilaporkan merasa tidak bahagia.
Inez menjelaskan bahwa gejala kecemasan antara lain kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi, khawatir yang berlebihan, mudah marah dan kesal, serta sulit merasa rileks.
"Sementara itu, gejala depresi yang dilaporkan antara lain masalah tidur, kurangnya kepercayaan diri, kelelahan, dan kehilangan minat," kata Inez.
Baca Juga: Ngeri! Ini 5 Dampak Pasangan Selingkuh untuk Kesehatan Mental
Bukan hanya pembatasan sosial yang menyebabkan masalah kesehatan mental. Para penyintas COVID-19 pun merasakan gangguan mental ini, khususnya mereka yang mengalami long COVID.
Dokter spesialis penyakit dalam dr. Jeffri Aloys Gunawan, Sp.PD dari GDTI mengatakan COVID-19 adalah penyakit yang memiliki efek jangka panjang. Terdapat literatur yang menyebutkan bahwa setahun setelah terpapar COVID-19, hampir 50 persennya masih merasakan setidaknya satu gejala.
Gejala yang dialami penyintas COVID-19 setelah 12 bulan atau lebih bervariasi mulai dari sesak napas, cemas, depresi, lelah, dan capai. Misalnya, olahraga dengan intensitas rendah yang dilakukan hanya sebentar membuat merasa lelah.
Sedangkan 70 persen dari mereka yang 6 bulan telah sembuh dari COVID-19 disebut masih merasakan beberapa gejala.
"Long COVID-19 adalah apabila setelah empat pekan sejak mulai merasakan gejala COVID-19 sampai dinyatakan negatif, masih timbul gejala sisa. Gejala ini dapat berupa sesak napas, nyeri sendi, nyeri otot, batuk, diare, kehilangan penciuman, dan pengecapan," ujar dr. Jeffri.
Baca Juga: Peneliti Mempertanyakan Keamanan Ganja sebagai Obat setelah Penemuan Ini, Ada Apa?
Lebih lanjut dr. Jeffri menjelaskan virus corona juga dapat menyebabkan aspek kognitif yang terdiri dari penalaran dan analisis mengalami penurunan. Hal ini akan sangat berdampak pada produktivitas seseorang.
"Kognitif yang terganggu akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia suatu bangsa, yang ujung-ujungnya berpengaruh pada outcome atau produk domestik bruto (PDB) suatu negara. Performa negara ini terhadap negara-negara lain akan makin tertinggal," kata dr. Jeffri.