Suara.com - Hari jantung sedunia selalu diperingati setiap 29 September. Dalam perayaan tahun ini, Hari jantung sedunia mengusung tema 'Gunakan Hati untuk Terhubung'. Tajuk tersebut dikaitkan dengan penggunaan telemedicine yang meningkat sejak terjadi pandemi Covid-19.
Kondisi pandemi Covid-19 disebut telah mempercepat penyerapan kesehatan digital, sehingga menciptakan peluang untuk memperkuat respons terhadap penyakit kardiovaskuler (CVD).
Studi yang diterbitkan di Lancet dituliskan bahwa penyakit CVD telah merenggut sekitar 18,6 juta jiwa setiap tahun.
Oleh sebab itu, dengan meningkatnya akses internet, melalui perangkat telemedicine dan kecerdasan buatan (AI), kemajuan dalam kesehatan digital membantu tingkatkan akses dan mencapai kesetaraan yang lebih besar dalam perawatan kesehatan otang yang hidup dengan CVD.
Baca Juga: USU Hadirkan Telemedicine Covid-19
"Meskipun transformasi digital ini bukan 'perawatan ajaib' setidaknya dapat meningkatkan akses ke perawatan untuk populasi yang kurang terlayani dan dengan mengurangi tekanan pada sistem perawatan kesehatan yang kelebihan beban," kata salah satu penulis jurnal dari Fakultas Kedokter Universitas Lisbon, Portugal, Fausto Pinto, dikutip dari Lancet.
Uji coba di Inggris terhadap alat kesehatan digital juga dilakukan dalam perawatan pasien pengelolaan hipertensi. Hasilnya, teknologi dapat menjadi fasilitas pemantauan tekanan darah untuk mengingatkan maupun edukasi pasien.
Studi menunjukkan bahwa hasil pengobatan lewat telemedicine berguna bagi pasien dalam mengontrol tekanan darah sistolik yang lebih baik setelah 1 tahun dibandingkan perawatan biasa.
Potensi manajemen CVD jarak jauh lewat telemedicine juga telah disorot selama pandemi Covid-19, ketika konsultasi medis tatap muka tidak memungkinkan di banyak tempat.
Hasil uji coba kesehatan digital di rumah sakit komunitas dengan jumlah dokter terbatas di pedesaan Kenya menjadi indikator target yang dapat dicapai. Pasien dapat berkonsultasi dengan dokter dan spesialis secara virtual tentang kesehatan mereka, termasuk kontrol tekanan darahnya.
Baca Juga: Praktis dan Tanpa Risiko, Layanan Telemedicine Jadi Alternatif Pengobatan di Masa Pandemi
Penelitian di Kenya itu menunjukkan bahwa telemedicine efektif dalam meningkatkan kontrol tekanan darah sistolik dan memberi pasien akses ke pengobatan yang berkualitas dan terjangkau.
Namun, diakui Fausto, pelaksanaan telemedicine juga masih ada tantangannya. Yakni, terkait infrastruktur jaringan internet terutama di daerah terpencil dan negara berpenghasilan rendah dan menengah.
"Ada sekitar 3,7 miliar orang, sebagian besar di negara berpenghasilan rendah, yang masih jalani perawatan offline. Di mana pun itu terjadi, sangat penting bahwa kemajuan dalam kesehatan digital tidak memperburuk ketidaksetaraan dalam perawatan kesehatan," katanya.