Suara.com - Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. DR. Dr. Aman B. Pulungan, Sp. A(K) menyebut bahwa angka kematian akibat Covid-19 pada anak di Indonesia tertinggi di dunia.
Hasil riset IDAI menunjukkan bahwa case fatality rate (CFR) atau risiko kematian Covid-19 pada anak di Indonesia jauh lebih tinggi dibanding negara Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa.
Kata Aman, hal itu mungkin terjadi karena testing yang rendah sehingga banyak kasus infeksi yang tidak terdeteksi.
"Memang kita paling tinggi. Kalau lonjakan, saya katakan, sejak 28 Juni setiap minggu yang meninggal lebih dari 100, sampai 30 Agustus. Setelah itu baru berkurang dari 100 orang yang meninggal."
Baca Juga: Pertahankan Gaya Hidup Sehat di Masa Pandemi Covid-19, Yuk Hindari 4 Kebiasaan Ini
"Boleh dicari di negara lain, tidak ada yang meninggal lebh dari 100 anak, di seluruh dunia," kata dokter Aman dalam konferensi pers daring, Minggu (26/9/2021) kemarin.
Angka kematian melonjak selama 2021
IDAI mencatat, pada Januari 2021, angka kematian Covid-19 pada anak sekitar 150 jiwa. Kemudian meningkat hingga menjadi 1.800-an anak meninggal akibat Covid-19 hingga September 2021.
"Jadi tahun ini lebih 1.700 anak meninggal karena covid. Gimana ada seperti itu, penyakit mana yang bisa seperti itu," ucapnya.
Catatan IDAI, ada sepuluh daerah di Indonesia dengan kasus anak terkonfirmasi Covid-19 terbanyak yaitu Jawa Barat, Riau, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, DIY, dan Papua.
Sementara itu, tujuh daerah dengan kasus kematian anak terkonfirmasi Covid-19 terbanyak. Di antaranya, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.
Baca Juga: Minuman Ini Bisa Picu Hasil Tes Antigen Positif Palsu, Ini Sebabnya!
Namun menurut Ketua Bidang Ilmiah Pengurus Pusat IDAI DR. Dr. Antonius H. Pudjiadi, Sp.A(K)., setiap daerah memiliki kemampuan deteksi kasus berbeda-beda.
"Tidak meratanya deteksi kasus ini terjadi karena fasilitas tes PCR dan fasilitas kesehatan yang berbeda. Kapasitas testing PCR saat itu di Indonesia masih rendah dan anak bukan populasi prioritas untuk tes," ucapnya.