Suara.com - Hanya menyaksikan saudara kandung mengalami kekerasan dari orangtua, bisa memicu trauma yang sama dengan korban. Hal ini dinyatakan dalam penelitian dari University of New Hampshire.
Melansir dari Healthshots, menyaksikan kekerasan di rumah dikaitkan dengan masalah kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan kemarahan. Temuan penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Child Abuse and Neglect.
“Ketika kami mendengar tentang paparan kekerasan keluarga, kami biasanya berpikir tentang seseorang yang menjadi korban kekerasan fisik langsung atau menyaksikan serangan pasangan,” kata Corinna Tucker, profesor pengembangan manusia dan studi keluarga.
“Tetapi banyak anak menyaksikan pelecehan saudara kandung tanpa menjadi korban langsung dan ternyata kita harus lebih memikirkan dinamika ini ketika kita menghitung efek dari paparan kekerasan dalam keluarga,” tambah Tucker.
Baca Juga: Ruang Antara Spiritualitas dan Kesehatan Mental
Dalam studi mereka, para peneliti menggunakan data gabungan dari tiga survei nasional untuk melihat lebih dekat pengalaman lebih dari 7000 anak berusia antara satu bulan hingga 17 tahun.
Kekerasan yang diukur termasuk setiap insiden di mana seorang anak melihat orangtua memukul, menendang atau melukai secara fisik saudara kandungnya di rumah mereka selama hidup mereka.
Remaja yang terpapar kekerasan di sekirarnya menunjukkan tingkat tekanan mental yang lebih tinggi seperti kemarahan, kecemasan, dan depresi.
“Semakin banyak anggota keluarga yang terpapar kekerasan dalam rumah tangga, keamanan emosional di antara anggota keluarga dapat berkurang dan semakin sedikit kesempatan bagi anak-anak untuk mengamati, belajar, dan mempraktikkan respons yang sehat terhadap stres,” ujar Tucker.
Baca Juga: PPPA Sumsel: Kasus Pedofil Terbesar di Ogan Hilir, dengan 26 Korban Anak Laki-laki