Suara.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan yaitu polusi udara.
Dampak polusi udara bagi kesehatan tubuh memang tidak main-main. Polusi udara bisa menyebabkan berbagai penyakit dan masalah kesehatan, mulai dari stroke, penyakit jantung, hingga gangguan saraf.
Dalam catatan Suara.com, setidaknya ada lima dampak polusi udara yang bisa menyerang masyarakat. Apa saja?
1. Stroke dan serangan jantung
Baca Juga: Bertemu Presiden di Istana, Suroto Si Peternak yang Bentang Poster di Blitar Minta Maaf
Dokter spesialis paru dr. Erlang Samoedro mengatakan bahwa jumlah kadar particulate matter 2.5 atau PM 2.5 yang terlalu tinggi setara seperti orang yang mengisap sebatang rokok.
"Bahkan PM 2.5 yang terhirup selama 1 hari sama saja dengan kita merokok. Jadi polusi udara statusnya sama dengan kita menghirup rokok," ujar dr. Erlang dalam acara webinar yang berlangsung Selasa (17/11/2020).
Adapun perbandingan menghirup udara PM 2.5 dengan perokok adalah jika indikator menunjukkan kandungan PM 2.5 bernilai sebesar 20, maka jika terhirup selama seharian penuh sama dengan mengisap satu batang rokok.
2. ISPA
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta merilis data terbaru terkait penyakit dan masalah kesehatan yang dialami masyarakat, periode Januari-Mei 2019.
Baca Juga: Kalah Gugatan Polusi Udara, Anies Dihukum Lakukan 4 Hal Ini
Kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) cukup mencolok, mengingat jumlahnya yang mencapai 905.270 kasus berdasarakan laporan dari fasilitas pelayanan kesehatan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia mengatakan, polusi udara terutama dari asap rokok menjadi penyebab tingginya kasus ISPA yang rentan dialami anak-anak.
Pada Januari 2019, Dwi menyebutkan kasus ISPA mencapai 178.501 kasus, Februari (232.403), Maret (202.034), April (165.105), dan Mei (127.227).
Sedangkan selama tahun 2016 hingga 2018 kasus ISPA di ibu kota ini berturut-turut mencapai 1.801 juta, 1.846 juta, dan 1.817 juta kasus.
3. Penis mengecil
Sebuah klaim mengejutkan datang dari seorang ilmuan lingkungan dari Fakultas Kedokteran Ichhn di Gunung Sinai, New York City. Ternyata salah satu dampak serius polusi udara adalah bisa menyebabkan ukuran penis mengecil.
Ilmuan ini bernama Shanna Swan. Profesor kedokteran lingkungan dan kesehatan masyarakat itu mengaku telah mendata risiko masalah kesehatan dari polusi udara melalui bukunya "Count Down".
Ia berpendapat bahwa saat ini lebih banyak bayi yang dilahirkan dengan penis berukuran kecil. Menurut dia, bahan kimia ftalat yang sering digunakan untuk membuat plastik lebih menekan tingkat kesuburan dan menyebabkan malformasi genital.
4. Mutasi genom
Menghirup polusi udara bisa menyebabkan terjadinya perubahan alis mutasi pada genom.
Akumulasi kesalahan DNA dapat memicu kanker dan penyakit kronis lainnya.
5. Gangguan fungsi sistem saraf
Partikel mikroskopis dalam polusi udara mencapai otak melalui saraf penciuman dan dapat mengganggu kognisi.
Reseptor pensinyalan dan cara lain yang digunakan sel untuk berkomunikasi satu sama lain, termasuk transmisi saraf, pun berubah, membuatnya mengalami gangguan.
Sebelumnya diberitakan, gugatan polusi udara dilayangkan kepada lima pihak yakni tergugat I Presiden RI Joko Widodo, tergugat II Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, tergugat III Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, tergugat IV Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dan tergugat V Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Para tergugat dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan ketentuan dari segala peraturan perundang-undangan terkait.
"Menghukum tergugat I (Presiden Jokowi) untuk menetapkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi," kata ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (16/9/2021).