Pembiayaan JKN Habis untuk Rumah Sakit, Menkes Ingin Perkuat Promotif dan Preventif

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Kamis, 16 September 2021 | 16:20 WIB
Pembiayaan JKN Habis untuk Rumah Sakit, Menkes Ingin Perkuat Promotif dan Preventif
Ilustrasi biaya mahal rumah sakit [shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pembiayaan upaya promotif dan preventif bidang kesehatan dinilai masih terlalu rendah dalam Jaminan Kesehatan Nasional.

Menurut Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, pihaknya pun mendorong agar program JKN lebih diarahkan pada kegiatan promotif dan preventif, dan mengurangi pembiayaan kuratif di rumah sakit.

"Kita memang lihat bahwa akses lewat jaminan sosial lumayan besar dari Rp 490 triliun, sebanyak Rp 113 triliun lewat sana dan hampir semuanya memang sebagian besar jatuhnya ke rumah sakit," kata Budi Gunadi Sadikin saat menghadiri agenda Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI.

Budi mengatakan tantangan Kementerian Kesehatan saat ini adalah menyeimbangkan belanja kesehatan secara nasional di sektor swasta, individu, pemerintah daerah, pemerintah pusat maupun jaringan sosial agar mencapai efektivitas dan efisiensi yang paling baik dalam menciptakan manusia yang sehat dan sejahtera.

Baca Juga: Bertambah Lagi, Pasien Covid-19 di RSD Wisma Atlet Kini jadi 543 Orang

Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS). (Antara/Dewi Fajriani)
Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS). (Antara/Dewi Fajriani)

Budi mengatakan dominasi kebijakan pada aktivitas kuratif atau penyembuhan penyakit dapat menurunkan aktivitas yang berkaitan dengan program promosi kesehatan (promotif) maupun tindakan pencegahan penyakit (preventif).

"Kami melihat dengan adanya mekanisme pembayaran ke Puskesmas melalui kapitasi yang dihitung per orang, sehingga para tenaga kesehatan yang ada di puskesmas yang memang tugas utamanya pada saat didesain pertama kali adalah untuk melakukan kegiatan promotif, preventif berkurang aktivitasnya," ujarnya.

Budi mengatakan kegiatan promotif preventif lebih efektif dan efisien secara jangka panjang sebab memberikan dampak yang lebih besar.

Untuk itu, Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian Keuangan sedang merapikan rencana strategis sistem kesehatan nasional yang porak poranda akibat pandemi COVID-19 dengan melakukan transformasi dari sisi pelayanan primer dan sistem pembiayaan kesehatan, kata Budi menambahkan.

"Yang pertama kami ingin memastikan bahwa perumusan manfaat JKN nanti ini ke depannya konsisten dengan pemikiran bahwa kita harus lebih banyak melakukan intervensi di promotif-preventif. Kita ingin dorong ke arah sana," katanya.

Baca Juga: Kasus Covid-19 di Bantul Melandai, Rumah Sakit dan Selter Mulai "Kosong"

Contoh kegiatan terkait hal tersebut, kata Budi, di antaranya penambahan pemberian imunisasi kepada masyarakat, peningkatan skrining penyakit, hingga kapitasi bagi petugas puskesmas.

"Misalnya saja, tadinya imunisasinya hanya 11, kita mau naikkan di 14. Proses skrining yang dulu jarang dilakukan, sekarang kita berikan itu termasuk orang-orang contohnya sangat banyak sakit kanker. Kita bikin banyak rumah sakit dan obat buat kanker. Akan lebih baik kalau skriningnya dilakukan lebih baik, sangat jauh lebih murah dan jauh lebih nyaman juga bagi masyarakatnya," katanya.

Kemenkes juga mengusulkan agar sistem kapitasi atau besaran pembiayaan per bulan di puskesmas selain berbasis jumlah orang, juga berbasis aktivitas.

"Jadi makin banyak yang divaksin, semakin banyak dapatnya dia. Makin banyak dia mengunjungi ibu dan anak, makin banyak juga dia dapatnya. Makin banyak yang bersangkutan mengawasi pertumbuhan anak untuk stunting, makin banyak juga Puskesmas itu akan dapat, sehingga benar-benar nanti arahnya ke aktivitas yang sifatnya promotif dan preventif," katanya. [ANTARA]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI