5 Hal yang Harus Diketahui Pasien Komorbid di Tengah Pandemi

Vania Rossa Suara.Com
Kamis, 16 September 2021 | 08:30 WIB
5 Hal yang Harus Diketahui Pasien Komorbid di Tengah Pandemi
Ilustrasi Pasien Komorbid di Tengah Pandemi Covid-19. (Elements Envato)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Di tengah pandemi ini, istilah komorbid mencuat dan menjadi pembahasan di mana-mana. Hal ini lantaran keberadaan komorbid atau penyakit penyerta, dapat meningkatkan risiko keparahan Covid-19.

Dilansir dari laman Health, Centers for Disease Control and Prevention atau CDC memberikan daftar kondisi komorbiditas pada pasien Covid-19, yang meliputi kanker, penyakit ginjal kronis, penyakit jantung, sindrom Down, obesitas, kehamilan, dan diabetes mellitus tipe 2.

Karena Covid-19 adalah penyakit baru, tidak banyak data tentang bagaimana komorbid ini memengaruhi tingkat keparahannya. Itu sebabnya, penting mengedukasi pasien komorbid untuk mengenal kondisinya lebih jauh.

Upaya inilah yang dilakukan oleh Allianz Indonesia melalui webinar series-nya yang bertajuk “Pencegahan dan Penanganan Covid-19 pada Pasien Komorbid” beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Puluhan Orang Terinfeksi Covid-19 setelah Pesta di Jerman

Webinar yang merupakan bagian dari rangkaian program Cintai Keluarga & Cintai Bumi ini akan membahas seputar hal-hal yang perlu diketahui oleh pasien komorbid di tengah pandemi. Termasuk di dalamnya perlindungan diri ketika terpapar Covid-19.

Hadir sebagai pembicara pada webinar ini adalah dr. Vito A. Damay, SpJP(K), MKes, AIFO-K, FIHA, FICA, FAsCC, Dokter Spesialis Jantung & Pembuluh Darah, yang aktif memberikan informasi seputar kesehatan di berbagai media.

1. Apa Itu Pasien Komorbid?
Dikatakan dr. Vito, pasien komorbid adalah pasien yang memiliki penyakit penyerta selain penyakit utama yang sedang dideritanya. Penyakit penyerta ini bisa merupakan penyakit bawaan yang kronis.

Apabila seseorang memiliki penyakit jantung, obesitas, dan hipertensi, maka orang tersebut tergolong memiliki penyakit komorbid.

2. Apa Risiko Pasien Komorbid?
Komorbid membuat seseorang berisiko mengalami sakit lebih berat ketika terkena Covid-19. Apalagi, sering terjadi keadaan darurat ketika ketersediaan kamar perawatan di rumah sakit menipis. Kombinasi dari dampak dan situasi ini, menurut dr. Vito, tentu menjadi risiko dan berbahaya bagi pasien komorbid. Itu sebabnya, komorbid perlu dikendalikan serta dideteksi sejak dini.

Baca Juga: Satgas Covid-19: 6 Provinsi Masih Punya PR, Positivity Rate Masih di Atas 5 Persen

"Komorbid dapat menjadi sebuah bom waktu apabila tidak dideteksi sejak dini. Efek yang timbul pada pasien komorbid akan lebih parah dan berdampak pada fungsi organ secara jangka panjang," kata dr. Vito dalam webinar “Pencegahan dan Penanganan Covid-19 pada Pasien Komorbid” yang diselenggarakan oleh Allianz Indonesia beberapa waktu lalu.

3. Apa yang Harus Dilakukan Pasien Komorbid?
Untuk mencegah risiko yang lebih parah, maka pasien komorbid harus melakukanlah pencegahan dengan cara mendeteksi komorbid sejak dini serta menerapkan pola hidup sehat yang baik.

Sedangkan untuk yang terpapar Covid-19, diperlukan penanganan efek komorbid dengan mengobatinya penyakit penyertanya.

dr. Vito A. Damay, SpJP(K), MKes, AIFO-K, FIHA, FICA, FAsCC (Webinar Allianz Indonesia)
dr. Vito A. Damay, SpJP(K), MKes, AIFO-K, FIHA, FICA, FAsCC (Webinar Allianz Indonesia)

Upaya pencegahan dari Covid-19 juga dapat dilakukan dengan istirahat yang cukup, makan makanan bergizi, rutin berolahraga, dan berjemur untuk membentuk imunitas tubuh yang kuat. Jangan lupa, patuhi juga protokol kesehatan dengan memakai double mask sesuai anjuran, menjaga jarak untuk mengurangi dampak terpapar, meminimalisir kerumunan dan senantiasa menjaga kebersihan.

4. Bagaimana Deteksi Dini Komorbid?
Deteksi dini komorbid dapat dilakukan dengan memeriksa tekanan darah untuk mengetahui apakah seseorang memiliki penyakit hipertensi.

Selain itu, bisa juga dengan mengukur lingkar pinggang untuk mengetahui apakah kita mengidap obesitas, serta memeriksakan diri apakah kita mempunyai penyakit jantung.

Deteksi komorbid dianjurkan untuk dilakukan di usia 20 tahun untuk mengetahui apakah kita mempunyai penyakit bawaan atau tidak. Misalnya dengan melakukan medical check up, pemeriksaan EKG, serta pemeriksaan LDL yang dapat dilakukan setiap tahun untuk mengetahui perkembangan faktor metabolik yang cenderung berubah.

Selain itu juga bisa dilakukan pemeriksaan CT scan, ronsen, X-ray, dan lab test secara berkala agar kita memiliki informasi dasar mengenai kondisi organ tubuh kita dan tentunya untuk mengetahui komorbid.

Jadi ketika terdeteksi, dapat diobati sejak dini untuk mencegah risiko yang lebih besar lagi.

5. Langkah Perlindungan untuk Pasien Komorbid
Dr. Vito melanjutkan bahwa selama virus masih ada, maka virus akan bermutasi menjadi varian-varian lain untuk bertahan, karena itulah sifat natural dari virus. Dan agar kita dapat tetap beraktifitas di tengah pandemi, kita harus memahami protokol kesehatan yang harus dipatuhi, serta sadar akan kondisi kesehatan diri kita.

"Mengetahui dan mengontrol komorbid itu sama pentingnya dengan menjaga protokol kesehatan dan vaksinasi untuk mengendalikan pandemi ini,” ujar dr. Vito.

Tak hanya itu, melindungi diri dengan asuransi kesehatan pun sama pentingnya dengan melakukan protokol kesehatan. Beberapa asuransi tetap memberikan perlindungan kepada nasabahnya yang terdiagnosis positif Covid-19.

Karin Zulkarnaen, Chief Marketing Officer Allianz Life Indonesia, mengatakan, “Bagi nasabah Allianz yang terdiagnosa positif Covid-19, Allianz masih memberikan manfaat perlindungan khusus untuk nasabah asuransi kesehatan perorangan, berupa program Isoman Sehat. Dengan adanya program ini, nasabah dapat menjalani isolasi mandiri di rumah sendiri.”

Program Isoman Sehat ini menjadi wujud nyata bagi nasabah yang terdiagnosis positif Covid-19, di mana Allianz akan memberikan paket isolasi mandiri yang terdiri dari obat, vitamin, serta suplemen.

Selain itu nasabah yang harus menjalani isoman juga akan diberikan konsultasi secara gratis dengan dokter secara online di Halodoc selama 14 hari.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI