Suara.com - Varian Mu yang dilaporkan muncul di sejumlah negara menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) termasuk dalam variant of interest alias VOI. Apa perbedaan antara VOI dengan variant of concern alias VOC?
Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito, VOI adalah singkatan untuk varian yang diamati, sementara VOC adalah varian yang menjadi perhatian.
Ia mengatakan bahwa varian yang perlu diwaspadai ialah VOC. Karena sudah terbukti mengalami perubahan karakteristik yang lebih merugikan bagi yang terpapar.
Seperti lebih menular, meningkatkan keparahan gejala, menurunkan efektifitas kekebalan tubuh, menurunkan alat diagnostik atau menurunkan efektifitas obat dan terapi.
Baca Juga: CDC: Orang yang Tak Divaksin 11 Kali Lebih Mungkin Meninggal akibat Varian Delta
"Dalam menghadapi VOC, respon yang tepat ialah memperketat kebijakan mobilitas dengan skrining berlapis. Khususnya bagi pelaku perjalanan asal negara dimana varian tersebut ditemukan. Selain itu perlu dilakukan peningkatan kewaspadaan terhadap potensi tertular dengan meningkatkan disiplin prokes dimanapun dan kapanpun kita berada," jelasnya, dikutip dari situs resmi Satgas Covid-19.
Mengenai VOC, ada 4 varian yang harus diperhatikan, di antaranya:
- Varian A (alpha) atau B.1.1.7 bersifat lebih menular dan lebih berpeluang menyebabkan keparahan gejala
- Varian Beta (B.1.351) bersifat lebih menular
- Varian Gamma (P.1) meningkatkan risiko kebutuhan perawatan di rumah sakit
- Varian Delta (B.1.617.2) lebih menular bahkan bagi orang yang telah tervaksin serta meningkatkan risiko kebutuhan perawatan di RS.
Disamping itu, WHO melaporkan ada 5 VOI yang sedang diamati, yakni:
- Varian Eta (B.1.525),
- Varian Iota (B.1.526),
- Varian Kappa (B.1.517.1),
- Varian Lambda (C.37), dan
- Varian Mu (B.1621).
Varian-varian ini diprediksi dapat mempengaruhi karakteristik virus dilihat dari perubahan genetiknya maupun perubahan transmisi di komunitas termasuk memunculkan klaster kasus di beberapa negara.
Terkait VOI ini, respon menghadapinya ialah terus memantau perkembangan dari WHO. Terdapat 2 kemungkinan yang dapat terjadi seiring studi lanjutan yaitu berubahnya status VOI menjadi VOC sepeti pada varian delta atau statusnya menjadi tidak aktif di suatu wilayah.
Baca Juga: Dukung Pelaksanaan PON XX di Papua, Pemerintah Siapkan Fasilitas Kesehatan Terapung
"Untuk itu jangan terlalu panik dan tetap waspada dengan terus meningkatkan Kedisiplinan menjalankan protokol kesehatan," lanjutnya.
WHO juga memantau varian-varian yang memiliki perubahan pada materi genetiknya namun pengaruhnya pada angka kasus di masyarakat belum jelas sehingga perlu penelitian lebih lanjut.
Kategori tambahan ini disebut alert for further monitoring salah satunya dari Indonesia yaitu B1.4662 yang ditetapkan pada kategori tersebut pada April 2021.
Meski demikian, pengaruh dari varian COVID-19 seperti VOC yang berdampak terhadap efektifitas vaksin perlu ditanggapi dengan cermat. Yaitu meningkatkan kewaspadaan tanpa ketakutan berlebih dan terus melakukan pembelajaran dan perbaikan tiada henti.
Pembelajaran dari hasil monitoring dan evaluasi di lapangan seharusnya menjadikan atmosfir keilmuan dan perkembangan teknologi semakin pesat di kalangan penelitian dan pakar di Indonesia.
"Mendorong kita semakin mempercepat memenuhi kebutuhan vaksinasi bahkan melampaui standar minimal cakupan vaksinasi di komunitas karena efektivitas vaksin masih berada dk ambang minimal yaitu lebih dari 50 persen dan terus berupaya menekan penularan di segala lini," lanjut Wiku.
Ke depannya seiring dengan hidup berdampingan COVID-19, Pemerintah berkomitmen meningkatkan surveilans atau pencatatan kasus COVID-19, meningkatkan kapasitas sequencing, menyampaikan informasi sebaran varian di Indonesia secara transparan serta antisipatif mendeteksi kasus yang tidak biasa di lapangan.
Dan menjadi catatan bahwa edukasi terkait data sequencing kepada publik dan Pemda adalah tanggung jawab pemerintah pusat.
Karenanya komunikasi edukasi ini harus disampaikan dengan jelas dan harapannya agar pemerintah dapat segera mengakses, dan menavigasi data tersebut sehingga dapat melakukan antisipasi maksimal apabila ditemukan varian baru.
"Kerjasama yang baik antara pusat dan daerah adalah salah satu kunci penanganan COVID-19 di Indonesia," pesan Wiku.