Suara.com - Selama lebih dari 300 tahun, sebagian besar ilmuwan berasumsi bahwa sperma "berenang" melalui cairan dengan menggeliatkan ekornya ke depan dan ke belakang seperti belut untuk mendorong dirinya ke depan.
Tetapi sebuah artikel penelitian yang terbit di Science Advances edisi 31 Juli 2020, menyebut bahwa itu sebenarnya adalah ilusi optik, karena dilihat dengan mikroskop 2D.
Artikel penelitian berjudul "Human sperm uses asymmetric and anisotropic flagellar controls to regulate swimming symmetry and cell steering," tersebut mengamati sperma dengan mikroskop 3D.
Di sini, penelitian menggabungkan pengamatan molekuler dan mikroskopis, menghubungkan kembali struktur ke fungsi, dengan menunjukkan bahwa sperma manusia menggunakan kontrol asimetris dan anisotropik untuk berenang.
Baca Juga: BOR Rumah Sakit Rujukan di Medan Turun Jadi 56 Persen
Mereka juga mengamati flagellum atau flagela, yang merupakan pelengkap seluler seperti cambuk yang bergerak dan ditemukan pada berbagai macam organisme eukariotik serta penting untuk reproduksi hampir semua spesies.
Sampai sekarang, sudah menjadi patokan bahwa sperma manusia berenang ke depan hanya dengan menggerakkan flagelnya secara simetris dari sisi ke sisi.
Nah, peneliti di sini mengungkapkan bahwa ekor sperma manusia berputar saat mereka berenang, seperti berang-berang atau gerakan bor.
"Dengan lebih dari setengah infertilitas yang disebabkan oleh faktor pria, memahami ekor sperma manusia sangat penting untuk mengembangkan alat diagnostik masa depan untuk mengidentifikasi sperma yang tidak sehat," kata rekan penulis Hermes Gadelha dari University of Bristol, dikutip dari Ars Technica.
Klinik kesuburan saat ini masih mengandalkan tampilan 2D saat memeriksa gerakan sperma, jadi penelitian baru ini digadang-gadang mampu memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana ekor sperma bergerak, yang pada gilirannya dapat menghasilkan alat diagnostik yang lebih baik.
Baca Juga: Kasus COVID-19 Menurun, BOR di Wisma Atlet Kemayoran Sekitar 13 Persen
"Penemuan ini akan merevolusi pemahaman kita tentang motilitas sperma dan dampaknya pada pembuahan alami," kata rekan penulis Alberto Darszon dari Universidad Nacional Autonoma de Mexico, yang mempelopori teknik mikroskopi 3D dengan rekan dan rekan penulis Gabriel Corkidi.
Mortilitas sperma yakni kemampuan sperma untuk bergerak, adalah salah satu metrik kunci kesuburan yang dilihat dokter saat menilai kesuburan pria
"Begitu sedikit yang diketahui tentang lingkungan rumit di dalam saluran reproduksi wanita dan bagaimana sperma berenang mengganggu pembuahan. Alat baru ini membuka mata kita pada kemampuan luar biasa yang dimiliki sperma," ujar peneliti.
Namun sayangnya sebulan kemudian, penulis penelitian tersebut memberi tahu Science Advances tentang kekhawatiran bahwa, setelah pemeriksaan ulang, bagian dari analisis matematis dalam makalah tersebut tidak sepenuhnya dapat membuktikan atau menyangkal kesimpulan inti dari artikel tersebut, yaitu bahwa detak flagellar pada sperma manusia adalah asimetris.
Dalam informasi terbaru, Science Advances resmi mencabut artikel penelitian tersebut pada 19 Mei 2021.
Setelah publikasi artikel, pembaca mengidentifikasi bahwa meskipun data eksperimental dan analisis flagela 3D tersebut baik, kesimpulan asimetri flagela dan anisotropi tidak dapat ditarik secara tegas hanya dengan menggunakan data bentuk gelombang flagela 3D.
Karena itu, deskripsi asimetri dan anisotropi dalam artikel tersebut tidak lengkap, sehingga belum bisa ditarik bukti kuat bahwa sperma berenang dengan gerakan seperti bor.