Psikologi Forensik Sebut Saipul Jamil Lakukan Ephebophilia, Apa Artinya?

Selasa, 07 September 2021 | 15:13 WIB
Psikologi Forensik Sebut Saipul Jamil Lakukan Ephebophilia, Apa Artinya?
Ekspresi bahagia Pedangdut Saipul Jamil saat meninggalkan Lembaga Permasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (2/9/2021). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tindakan pencabulan yang dilakukan Saipul Jamil terhadap anak di bawah umur dianggap kurang tepat jika disebut pedofilia. Sebab korban telah mencapai usia pubertas, meskipun secara undang-undang masih masuk dalam kategori anak.

"Sebutan yang tepat bagi SJ (Saipul Jamil) adalah ephebophilia," kata psikolog forensik Reza Indragiri Amriel melalui keterangan tertulisnya, Senin (7/9/2021).

Ia menjelaskan bahwa pedofilia merupakan sebutan khusus bagi orang yang memiliki ketertarikan seksual utamanya pada anak-anak berusia sebelum pubertas. Sedangkan ephebophilia, kelainan seksual pada anak di bawah umur yang telah masuk masa pubertas.

Lebih spesifik lagi, apa sebenarnya ephebophilia tersebut?
Dikutip dari Psychology Wikia, ephebophilia didefinisikan sebagai preferensi seksual di mana orang dewasa yang tertarik secara seksual kepada remaja yang sudah masuk atau dalam fase akhir pubertas, sekitar 15 sampai 19 tahun.

Baca Juga: Saipul Jamil Akui Siap Mundur Jadi Artis?

Ephebos berasal dari bahasa Yunani, yang definisinya beragam. Di antaranya, seseorang telah tiba pada masa pubertas ataupun juga seorang pemuda berusia 18 tahun yang sudah terdaftar sebagai warga negara. Sementara philia, dalam bahasa Yunani berarti cinta.

Istilah ephebophilia telah digunakan oleh psikolog Belanda dan aktivis pedofil Frits Bernard sejak 1960. Sementara itu, Tariq Rahman pada tahun 1988 berpendapat bahwa istilah itu harus digunakan dalam preferensi penyebutan homoseksualitas, untuk menggambarkan minat seksual pria dewasa pada remaja laki-laki.

Beberapa menganggap kalau ephebophilia sebagai bentuk pedofilia lebih ringan, di mana objek ketertarikannya lebih dekat dengan usia normal pasangan seksual dibandingkan dengan pedofilia yang belum masuk masa puber.

Pendapat lain menganggap ephebophilia sebagai akibat dari chronophilia, di mana usia seksual tidak sesuai dengan usia kronologis kelahiran yang sebenarnya. Namun, teori lain menyebutnya dengan penolakan untuk menua secara psikologis dan keinginan untuk berhubungan kembali dengan orang yang lebih muda.

Ketertarikan pada remaja umumnya tidak dianggap oleh psikolog sebagai patologis, kecuali jika hal itu mengganggu hubungan lain, menjadi obsesi yang berdampak buruk pada bidang kehidupan lain, atau menyebabkan penderitaan bagi salah satu pihak.

Baca Juga: Undang Saipul Jamil Hingga Banjir Kritik, Trans TV Minta Maaf

Orang dewasa yang memiliki banyak orientasi seksual, misalnya dengan orang seusianya, tidak bisa dikategorikan ephebophilia. Karena ketertarikannya pada remaja tidak eksklusif.

Dampak ephebophilia pada anak
Beberapa anak yang menjadi korban ephebophilia, umumnya tidak dapat memahami konsekuensi fisik, emosional, dan sosial dari aktivitas seksual.

Menurut Scientific American edisi Agustus 2006, perkembangan neurologis remaja akhir belum lengkap. Sehingga menyebabkan berkurangnya fungsi kognitif mereka yang lebih tinggi termasuk penilaian, perhatian, dan respons terhadap situasi krisis.

Hubungan seksual orang dewasa dengan remaja dapat berupa penyalahgunaan kekuasaan dengan menggunakan paksaan psikologis.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI