Suara.com - Badan amal internasional, Smile Train Indonesia menemukan prevalensi penderita bibir sumbing di Jember, Jawa Timur yang sangat tinggi.
Pada 2019 saja, satu dari 1.000 orang Jember mengalami kondisi masalah bibir sumbing.
Meski efek kesehatan tidak terlalu berat, namun masalah bibir sumbing bisa menyebabkan dampak psikologi yang berat, termasuk kemampuan berkomunikasi yang terganggu.
"Angka ini mencerminkan bahwa butuh perhatian khusus dan serius agar tercipta kemudahan akses untuk mendapatkan penanganan bibir sumbing secara komprehensif, baik dari sebelum, saat, hingga sesudah operasi," ujar dr. Ulfa Elfiah, seorang spesialis bedah plastik, Selasa (31/8/2021).
Baca Juga: 3 Drama Korea Terpopuler Tentang Standar Kecantikan
Dokter Ulfa juga mengatakan operasi bibir sumbing dan dinding langit-langit jadi satu-satunya solusi untuk penderita masalah tersebut.
Hanya dengan begitu, penderita bibir sumbing, khususnya anak tidak mengalami hambatan tumbuh kembang lantaran memiliki fungsi mulut yang berbeda dengan teman-temannya.
Lebih lanjut, Ketua Yayasan Dewi Kasih sekaligus Kepala UNEJ Medical Center itu juga mengatakan ada berbagai faktor penyebab tingginya angka kasus bibir sumbing di Jember dan Jawa Timur.
Salah satunya faktor lingkungan, di mana mayoritas masyarakatnya menjadikan pertanian dan perkebunan sebagai mata pencaharian.
"Pertanian dan perkebunan yang mayoritas menggunakan pestisida ini akhirnya membuat masyarakat terpapar dan bisa merusak genetik, dan memicu kelahiran bayi sumbing," tutur dr. Ulfa.
Baca Juga: Mahasiswa KKN 15 BTV 3 UNEJ Tingkatkan Minat Baca Siswa di Masa Pandemi
Genetik ini dipengaruhi kualitas sperma dan sel telur yang rusak akibat paparan bahan kimia, sehingga meningkatkan risiko bayi lahir sumbing.
Menurut dr. Ulfa, bayi lahir sumbing disebabkan 30 persen dari faktor genetik orang tua yang memiliki riwayat bibir sumbing, dan faktor eksternal 70 persen dipengaruhi lingkungan dan gaya hidup.
"Tapi jika 70 persennya bisa ditekan, maka bisa menurunkan risiko bayi lahir sumbi ng, itu yang penting," pungkas dr. Ulfa.