Suara.com - Pemerintah China membuat gebrakan baru di dunia pendidikan, dengan melarang pekerjaan rumah (PR) untuk murid Sekolah Dasar kelas satu dan dua.
Murid-murid kelas satu dan dua juga tidak diperkenankan melaksanakan ujian tertulis, dan baru melakukannya mulai kelas tiga SD.
Melansir BBC, keputusan diambil pemerintah untuk meringankan beban pendidikan yang ditanggung oleh para orangtua. Sebelumnya, seluruh siswa mulai dari kelas satu SD hingga masuk universitas wajib melakukan tes tertulis.
"Ujian adalah bagian yang diperlukan dalam pendidikan sekolah…[namun] sejumlah sekolah punya beragam masalah seperti ujian berlebihan yang bisa menyebabkan para murid memikul beban terlampau berat…Ini harus diperbaiki," ujar Kementerian Pendidikan China dalam keterangannya.
Baca Juga: Hits: China Batasi Game Online Anak, Hingga Pejabat Pakai Vaksin Nusantara
Dalam aturan baru tersebut, dijabarkan juga sistem ujian untuk siswa tingkat SD dan SMP. Salah satunya, ujian tengah semester (UTS) yang kini hanya dilaksanakan untuk siswa SMP.
Sementara itu, ujian akhir semester (UAS) mulai dilakukan siswa kelas tiga SD. China juga menghilangkan ujian daerah atau ujian antarsekolah di tingkat SD.
"Ujian mingguan, ujian unit, ujian bulanan dan sebagainya juga tidak diperkenankan diselenggarakan untuk para pelajar sekolah menengah pertama yang belum menuju kelulusan. Ujian terselubung yang digelar dengan nama berbeda seperti riset akademik juga tidak diperbolehkan," tambah pernyataan tersebut.
Selain melarang pemberian PR untuk anak kelas satu dan dua, China juga melarang PR yang terlalu rumit dan sulit untuk anak SD dan SMP. Bahkan, ada batas maksimal waktu yang dibolehkan untuk mengerjakan PR di rumah, yakni hanya 1,5 jam.
Keputusan terbaru ini memancing reaksi netizen China. Laman media sosial Weibo misalnya, memperlihatkan reaksi netizen yang mendukung keputusan tersebut dan menyebut China tengah bergerak maju.
Baca Juga: Viral Video Kepala Bocah Nyangkut di Lubang Kipas Angin, Penampakannya Bikin Merinding
Di antara dukungan, ada juga kritik yang muncul, terutama tentang bagaimana cara standar mengukur kompetensi dan kemampuan siswa jika ujian ditiadakan.
Bagaimanapun, langkah tersebut merupakan bagian dari reformasi di bidang pendidikan China.
Pada Juli, Beijing mencabut seluruh izin operasi bimbingan belajar online di seluruh negeri. Panduan baru itu juga melarang investasi asing di bidang pendidikan sekaligus menghambat layanan bimbingan belajar privat.
Ketika aturan tersebut diumumkan, pemerintah China dinilai berupaya untuk meringankan beban keuangan dalam membesarkan anak sehingga para orang tua tergerak memiliki anak lagi—setelah China mencatat angka kelahiran yang rendah.
Kesetaraan pendidikan juga menjadi masalah. Banyak orang tua dengan kemampuan ekonomi tinggi bersedia menghabiskan uang dalam jumlah besar agar anak mereka dapat masuk ke sekolah-sekolah top.
Obsesi pemerintah China di bidang pendidikan pada masa lalu pun mempengaruhi harga properti lantaran orang tua yang kaya sanggup membeli rumah di area dekat sekolah-sekolah top.