Suara.com - Penanganan pandemi COVID-19 di Myanmar mendapat perhatian serius dari Amerika Serikat.
Dalam pidatonya saat membuka kantor regional Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS untuk kawasan Asia Tenggara, Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris menyuarakan kekhawatiran pemerintahnya terhadap situasi keamanan di Myanmar, terutama terkait ancaman yang dihadapi oleh para pekerja medis di negara tersebut.
“Pada masa di mana kita seharusnya merayakan para perawat dan dokter kita, kami sangat mengkhawatirkan situasi di Myanmar, di mana militer terus menyerang para pekerja medis,” katanya dilansir ANTARA.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, junta militer Myanmar, pada pertengahan Agustus lalu, dilaporkan telah melakukan sedikitnya 252 serangan, mengancam petugas kesehatan, membunuh setidaknya 25 tenaga medis, dan menghambat penanganan wabah COVID-19 sejak kudeta 1 Februari lalu, menurut laporan kelompok-kelompok pembela hak asasi dilansir dari Reuters.
Baca Juga: Amerika Rencanakan Pemberian Vaksin Booster dengan Jeda 6 Bulan
Pusat Kesehatan dan Hak Asasi Manusia Universitas John Hopkins dan Lembaga Physicians for Human Rights serta Insecurity Insight melaporkan bahwa sejak kudeta, telah lebih dari 190 petugas kesehatan yang ditangkap dan 86 razia berlangsung di rumah sakit.
“Presiden Joe Biden dan saya sangat khawatir atas kudeta militer dan pelanggaran HAM yang menyusulnya. Kami mengutuk kekerasan itu dan berdiri bersama masyarakat Myanmar,” ujar dia.
Dia pun menyatakan seruan agar kekerasan dihentikan dan untuk mereka yang ditahan tanpa keadilan agar segera dibebaskan. Harris juga menyerukan pengembalian negara ke jalur demokrasi.
Menurut laporan Reuters, sistem perawatan kesehatan Myanmar sebagian besar runtuh sejak tentara menggulingkan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Banyak petugas kesehatan bergabung dengan Gerakan Pembangkangan Sipil dalam aksi-aksi unjuk rasa memprotes kekuasaan junta.
Baca Juga: Deddy Corbuzier Mengaku Diselamatkan Dokter dan Olahraga, Netizen Ramai-Ramai Mengingatkan
Otoritas militer telah memohon agar para dokter kembali bekerja dan meminta kerja sama masyarakat untuk menahan wabah virus corona terburuk di negara berpenduduk 54 juta jiwa tersebut.