Suara.com - Ketimpangan dalam distrubusi vaksin Covid-19 di sejumlah daerah banyak dikeluhkan di masyarakat. Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan saat ini muncul laporan terkait kabupaten/kota yang sedang kekurangan vaksin dan ada pula yang merasa kekurangan vaksin.
Oleh sebab itu, seperti dikutip dari ANTARA, Budi Gunadi mengatakan pemerintah daerah tidak perlu memegang stok vaksin COVID-19. Sebab ketentuan penyuntikan dosis pertama dan kedua diatur oleh pemerintah pusat.
"Atas arahan Bapak Presiden, kita ingin menegaskan sekali lagi, daerah tidak perlu memegang stok vaksin karena nanti akan diatur suntik keduanya dari pusat," kata Budi Gunadi Sadikin saat menyampaikan keterangan pers secara virtual yang dipantau dari Jakarta, Selasa.
Untuk daerah yang merasa kekurangan vaksin, kata Budi, umumnya dikarenakan sebagian vaksin dialokasikan sebagai stok.
Baca Juga: Aksi Pemuda Nekat Bikin Tato Sertifikat Vaksin COVID-19
"Begitu dia terima 1.000 dosis vaksin, dia suntik hanya 500 dosis, sisanya ditahan sebagai stok untuk suntik dosis kedua," katanya.
Menurut Budi saat ini terdapat 25 juta dosis vaksin COVID-19 yang tersimpan sebagai stok di sejumlah daerah. Kewenangan untuk mengatur alokasi vaksin untuk kebutuhan penyuntikan dosis pertama dan kedua ada di pemerintah pusat.
"Pakai saja semuanya, disuntik sesuai dengan aturan, jadi kalau kita bisa bilang sebagai suntik satu, lakukan sebagai suntik satu semuanya. Kalau ini sebagai suntikan kedua, lakukan sebagai suntikan kedua semuanya. Manajemen stoknya dilakukan di pusat," katanya.
Dalam proses distribusi vaksin menuju daerah, kata Budi, pemerintah pusat telah menentukan alokasi vaksin yang diperuntukkan bagi penyuntikan dosis pertama atau kedua.
"Tapi ada daerah yang menjadikan vaksin dosis pertama sebagai stok dosis kedua. Itu yang menyebabkan ada stok yang cukup banyak sekitar 25 juta dosis di daerah-daerah," katanya.
Baca Juga: Percepat Vaksinasi Pelajar, Pemkot Siapkan Sentra Vaksinasi Siswa di Yogyakarta
Terkait situasi kekosongan vaksin di beberapa daerah, kata Budi, disebabkan keterlambatan pengiriman vaksin dari tingkat provinsi ke kota/kabupaten.
"Pak Presiden mintanya kirim ke provinsi, dari provinsi mungkin butuh satu sampai dua hari, provinsi ada satu hari atau dua hari sudah sampai ke kota/kabupaten, tapi ada juga yang katanya seminggu ada yang lebih," katanya.
Menurut Budi, Kemenkes telah membuat perangkat digital berupa laporan distribusi vaksin COVID-19 agar bisa diakses oleh publik melalui laman vaksin.kemkes.go.id.
"Oleh karena itu kita membuat transparansi dengan membuka stok nasional sampai ke level kabupaten/kota ini ada websitenya," katanya.