Suara.com - Menjelang keputusan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan masyarakat (PPKM) kasus Covid-19 terbaru di Indonesia menurun menjadi 9.604 positif dan jumlah yang meninggal 842.
Tentunya ini menjadi pertanyaan, apakah situasi ini membuat PPKM diperpanjang atau tidak. Menjawab hal tersebut, Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman meminta masyarakat dan pemerintah untuk tidak cepat puas.
"Pertama ingin saya tegaskan bahwa gelombang serangan delta belum selesai belum berakhir, masa krisis masih ada, bahwa kita sudah melampaui puncak untuk jawa bali iya, tapi belum selesai masa krisis ini," ujar Dicky saat dihubungi Suara.com, Senin, (23/8/2021).
Ia melanjutkan bahwa masa depan dari kurva epidemiologi saat ini ditentukan oleh manusia, dan juga intervensi perilaku yang dilakukan termasuk 5M dan 3T serta vaksinasi.
Baca Juga: PPKM Disetop Hari Ini? Ini Kisi-kisi dan Arahan Presiden Jokowi
"PPKM ini iya ada dampaknya mencegah skenario terburuk, tapi belum mengubah skenario yang saat ini, itu pun banyak kasus yang tidak terdeteksi, bahkan sehari 50 ribu kasus tidak terdeteksi," ujar Dicky.
Ia menjelaskan, jika kasus tersebut tidak segera ditemukan, justru berpotensi menjadi penyebaran varian delta dan bukan tidak mungkin menciptakan varian baru yang lebih super.
Ini kalau diteruskan banyaak dan ini tidak berhenti di situ saja karena kasus kasus yang tidak rrterdeteksi akan terus menjadi penyebab, terjadinya klaster lain, terjadinya penyebaran dari delta varian dan akan menimbulkan lonjakan lain, selain potensi varian baru yang lebih super.
"Ingat mayoritas penduduk di Indonesia masih rawan, dan data selama PPKM ini menunjukkan cased fatality rate meningkat 4,14 persen, dan bahkan di tengah respon kapasitas 3T yang menurun tes per 1000 menurun, ini hanya 0,4, menurun di tengah situasi saat ini untuk menemukan kasus terkonfirmasi kasus hanya 4 sampai 45 orang ketemu" ujar Dicky.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa tingkat angka kasus positif di Indonesai masih tinggi. Menurutnya situasi ini masih berbahaya jika terjadi pelonggaran yang tidak terukur.
Baca Juga: Juliari Divonis Ringan usai Menderita Dibully, Publik: Hakim Berjiwa Lembut Ya
"Ini berbahaya adanya pelonggaran yang tidak terukur, ada pelonggaran yang berlebihan tidak didasarkan data epidemiologi setempat itu membuat potensi lonjakan lagi, dan apabila juga melihat angka kematian.
"Jadi kalau melihat angka kematian selain positivity rate, ini belum belum bisa melakukan napas lega. Belum bisa dilonggarkan. Bahwa bisa tapi satu level tapi harus terukur, ya kalau di satu aspek 50 persen dulu semua 50 persen, jangan di sini 50 persen di sana 100 persen itu tidak akan saling menunjang."