Suara.com - Pandemi Covid-19 diketahui menurunkan kunjungan masyarakat ke rumah sakit. Hal ini rupanya berdampak bagi penanganan penyakit kanker payudara di Indonesia.
dr. Walta Gautama ST, Sp.B (K) Onk, Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) menyebutkan sebagian besar pasien datang dalam stadium 3-4, terlebih di masa pandemi ketika terjadi penurunan kedatangan pasien ke pelayanan kesehatan secara signifikan.
Selain itu, akibat merebaknya varian delta yang sangat menular, banyak tenaga medis yang terinfeksi sehingga pelayanan pada pasien kanker payudara terganggu.
Komunikasi antara dokter dan pasien juga mengalami kendala karena dilakukan secara daring melalui telemedisin.

"Ini tidak pernah bisa maksimal, karena tidak semua praktik atau profesi bisa dilakukan dengan telemedisin. Saat pemeriksaan perlu melihat langsung klinis pasien, meraba, memegang. Foto pun tidak bisa mewakili sepenuhnya, sehingga kesulitan," ujar dr. Walta, dalam siaran pers yang diterima Suara.com.
"Kalau saya pribadi daripada salah diagnostik, lebih baik tunda dulu hingga kondisinya memungkinkan. Bila dipaksakan bisa membahayakan pasien," lanjutnya.
Selain itu COVID-19 juga memperburuk kondisi pasien kanker. Angka kematian orang normal akibat COVID-19 di dunia sekitar 3-5 persen.
Jika pasien kanker terkena COVID-19, maka angka kematiannya menjadi 26-28 persen. Ini juga terjadi di RSK Dharmais dari Maret 2020-Februari 2021, di mana angka kematian pasien kanker yang terinfeksi COVID-19 mencapai 22 persen.
"Jalan keluarnya adalah vaksin. Berdasarkan temuan PERABOI, dari 200 pasien kanker yang divaksin, KIPI hanya ditemukan pada 2-3 orang, itu pun tidak berat," ujar dr. Walta.
Baca Juga: Sempat Dikira Long Covid-19, Ternyata Wanita Ini Idap Kanker Paru-paru!
WHO melalui Global Breast Cancer Initiative (GBCI) pada Maret 2021 lalu, menargetkan angka kematian akibat kanker payudara menjadi sebesar 2,5 persen per tahun sampai tahun 2040.