Suara.com - Sampah yang dihasilkan di rumah sakit disebut sebagai limbah medis, baik infeksius maupun tidak. Proses pengelolaan limbah medis tidak serta merta dibuang ke tempat sampah hingga berujung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Terutama limbah medis infeksius, perlu tatacara khusus dalam membuang sampah dari rumah sakit.
Sekjen Perhimpunan Rumah Sakit se-Indonesia dr. Lia G. Partakusuma mengatakan, sebenarnya bukan hanya RS yang akan menghasilkan limbah medis. Tetapi setiap fasilitas layanan kesehatan tentu akan menghasilkan limbah medis setiap kali merawat pasien.
"Pertama-tama akan mengidentifikasi dulu mana yang harus kita buang atau kita letakkan di tempat yang merupakan limbah medis dan mana yang bukan limbah medis," kata dokter Lia dalam webinar daring, Kamis (19/8/2021).
Baca Juga: Viral Potret Nakes Gelar Lomba Tujuhbelasan, Balap Karung Pakai APD
Setelah selesai dipilah, untuk limbah medis infeksius harus disimpan pada tempat khusus, biasanya kantong plastik berwarna kuning. Tempat sampah itu biasanya akan berisi limbah selang bekas infus, masker bekas, sarung tangan bekas, tisu bekas, dan kain bekas.
Kemudian plastik hitam untuk menyimpan sampah anorganik seperti plastik dan kaleng bekas. Sedangkan untuk sampah organik seperti sisa makanan, kardus, dan kertas akan diletakan di tempat sampah berwarna hijau.
Limbah yang telah dikumpulkan dari seluruh ruangan rumah sakit dan selesai dipilah, kemudian akan ditempatkan di sampah agak besar agar nantinya mudah diangkut oleh petugas kebersihan.
"Ada lagi kalau jarum akan kita tempatkan di tempat yang lebih kuat, di boks, diharapkan tidak sampai menusuk orang yang akan mengangkut sampah tersebut. Orang yang mengangkut sampah itu tentu harus mempunyai perlindungan yang baik. Mereka punya baju khusus dari mulai faceshield hingga baju hasmat," tuturnya.
Sejak masa pandemi Covid-19, seluruh limbah medis yang telah terbungkus plastik juga setiap area yang menjadi tempat penyimpanan sampah harus disemprot desinfektan sebelum dialihkan ke petugas kebersihan.
Baca Juga: Begini Analisis Psikologis Bagi Kawanmu yang Masih Tak Percaya Covid-19
Bagi rumah sakit yang memiliki mesin insenator, atau pembakar sampah, maka akan langsung dibawa ke area pembakaran. Tetapi menurut dokter Lia, hanya sedikit RS di rumah sakit yang memiliki insenator. Sehingga kebanyakan RS bekerjasama dengan pihak ketiga dalam proses pemusnahan limbah medis.
"Insenator adalah cara untuk membakar dalam suhu yang tinggi, biasanya 800 derajat Clcelcius. Ini akan kita masukkan ke dalam tempat khusus pembakaran itu sampai dengan sisanya hanya debu," jelasnya.
Dokter Lia menyampaikan, mesin insenator tidak bisa dimiliki setiap rumah sakit karena kepemilikannya juga harus berdasarkan izin dari pemerintah. Sebab penggunaan secara berlebihan berisikos menimbulkan polusi udara yang disebabkan karena pembakaran sampah tersebut.
"Harus berizin supaya tidak polusi karena tinggi cerobongnya saja lebih dari 14 meter," pungkasnya.