Suara.com - Setiap orangtua tentu menginginkan anaknya lahir dalam kondisi sehat dan sempurna. Tapi, adakalanya bayi mengalami cacat bawaan lahir, salah satunya adalah bibir sumbing atau celah pada bibir. Ini merupakan kelainan bentuk yang bisa terjadi pada satu atau kedua sisi mulut.
Diperkirakan di antara 700 kelahiran, satu di antaranya memiliki kondisi celah pada bibir dan langit mulut. Menurut Pusat Data Kemenkes RI, persentase anak dengan celah bibir dan langit-langit mencapai 20,4% dari tahun 2014-2018.
Dukungan orangtua terhadap anak dengan kondisi bibir sumbing berperan penting sehingga kondisi tersebut tak boleh dianggap sebagai aib keluarga, demikian dikatakan psikolog klinis Hanlie Muliani dari Universitas Indonesia.
"Tepat rasanya sebagai sebuah keluarga saling menerima kondisi satu sama lain khususnya ketika memiliki anak dengan kondisi sumbing. Penerimaan dan dukungan dari pihak keluarga merupakan pondasi utama bagi kekuatan dan kepercayaan diri seorang anak,” kata Hanlie dalam pernyataan pers, seperti dikutip dari Antara.
Baca Juga: Kabar Baik, Ada Layanan 1.000 Operasi Bibir Sumbing Gratis di RS Bhayangkara
Psikolog Klinis untuk Anak, Remaja, dan Edukasi di Sahabat Orangtua & Anak (SOA) itu menjelaskan bahwa perilaku, ekspektasi, dan dukungan orangtua terhadap anak sangat berpengaruh. Penerimaan adalah sesuatu yang tidak kalah penting dan perlu dilakukan secara bertahap bahkan sebelum, dan sesudah operasi sumbing.
Konseling dan bimbingan bagi keluarga dan anak saat melalui proses memainkan peran penting dalam perawatan bibir sumbing. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa keluarga mendapatkan pemahaman yang tepat akan kondisi tersebut, dan kondisi mental anak dapat berkembang secara baik dan optimal.
Secara global, setiap 3 menit seorang bayi terlahir dengan kondisi bibir sumbing dan/atau celah langit-langit, yang dalam jangka panjang akan memengaruhi berbagai aspek kehidupan sang anak. Berbagai komplikasi kesehatan seperti kesulitan makan, bernapas, mendengar, berbicara, serta meningkatnya risiko malnutrisi; adalah dampak fisik yang bisa terjadi. Lebih jauh, anak dengan bibir sumbing dan juga orangtuanya berisiko mendapatkan tekanan dari sekitar dan masalah psikologis akibat stigma sosial.
Country Manager Smile Train Indonesia, Deasy Larasati, mengatakan lembaga amal penyedia operasi bibir sumbing gratis itu ingin terus mendukung terciptanya senyum merdeka untuk anak-anak Indonesia. Pihaknya ingin meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya urgensi penanganan bibir sumbing dan/atau celah langit-langit.
"Kami memahami bahwa perawatan sumbing tidak berhenti pada operasi saja. Ada banyak aspek kehidupan pasien dan keluarganya yang terpengaruh oleh kondisi tersebut. Oleh karena itu kami memiliki CCC atau Comprehensive Cleft Care atau perawatan sumbing secara menyeluruh," kata Deasy.
Baca Juga: Usai Operasi, Bisakah Anak Bibir Sumbing Bicara dan Hidup Normal?
Lembaga tersebut sudah bermitra dengan ratusan Rumah Sakit dan tenaga medis profesional di berbagai daerah di Indonesia untuk memberikan operasi gratis dan memberikan pelatihan kepada perawat dan tenaga medis agar dapat lebih baik melayani pasien sumbing di komunitasnya.