Suara.com - Penelitian tentang dampak jangka panjang COVID-19 untuk otak menguak fakta baru. Dokter mengatakan, pasien COVID-19 yang sudah sembuh rentan mengalami brain fog. Apa itu?
Dokter Spesialis Syaraf Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S. mengatakan gangguan kognitif pada otak atau brain fog bisa terjadi pada pasien COVID-19 saat fase akut maupun fase pemulihan.
“Dulu awalnya kita menyebut COVID-19 terkait dengan penyakit paru-paru, seperti infeksi dan sesak, ternyata setelah sembuh banyak dampak yang lain yang multi-organ. Salah satunya adalah otak,” kata Yuda dilansir ANTARA.
Secara sederhana, brain fog adalah kondisi saat seseorang mengalami penurunan fungsi kognitif, seperti sulit konsentrasi, sering lupa, hingga sulit mengambil keputusan.
Baca Juga: Infeksi Covid-19 Bisa Berpengaruh Pada Sistem Saraf
Yuda mengatakan bahwa penyebab gangguan kognitif dapat terjadi melalui mekanisme multi-faktor atau lebih dari satu faktor, mulai dari faktor risiko penyakit bawaan, infeksi COVID-19, hingga perubahan status mental atau delirium saat perawatan di rumah sakit.
“Virus COVID-19 dapat secara langsung menginfeksi ke otak penyintas maupun secara tidak langsung karena faktor penyakit kormobid,” katanya.
Yuda juga mengatakan sebelum ada COVID-19, sebuah penelitian pada 2006 telah menunjukkan bahwa pusat memori di otak (hippocampus) sangat rentan terhadap inflamasi atau peradangan.
“Artinya, kalau ada infeksi virus, hippocampus rentan kena. Maka tidak heran kalau pada kasus virus COVID-19 memiliki efek klinis jangka panjang seperti mudah lupa dan sulit konsentrasi,” terang dokter yang berpraktik Rumah Sakit Atmajaya Jakarta itu.
Yuda mengatakan sebetulnya tidak ada evidence-based medicine yang paling ampuh untuk mengatasi gangguan kognitif. Meski begitu, akan selalu ada potencial treatment atau pengobatan yang bisa dilakukan, yaitu dengan cara konsumsi Citicoline.
Baca Juga: Waspada, Dokter Bilang COVID-19 Bisa Bikin Otak Lemot Loh!
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya kombinasi olahraga fisik, stimulasi mental, dan aktivitas sosial untuk menjaga kesehatan fungsi otak dan mencegah gangguan kognitif di samping tetap menjaga protokol kesehatan serta vaksinasi agar tidak terinfeksi COVID-19.
“Setidaknya jalan dan senam di tempat pun itu olahraga. Stimulasi mental dapat dilakukan dengan cara perbanyak berita positif hindari berita negatif. Terakhir, jangan lupa aktivitas sosial. Ini semua harus dikombinasikan,” pungkasnya.