Suara.com - Bagi orang Indonesia, gorengan menjadi salah satu camilan yang paling populer. Meski nikmat, namun telah banyak diketahui bahwa gorengan dalam bentuk apapun tak begitu baik untuk kesehatan.
Banyak orang yang menganggap bahwa sering mengganti minyak saat bikin gorengan bisa mengurangi risiko masalah kesehatan. Namun nyatanya, meskipun minyak digunakan hanya sekali namun risiko masalah kesehatan akibat konsumsi gorengan tetap tak bisa dihindari.
"Masalahnya bukan di berapa kali pemakaian minyak . Minyak goreng adalah produk ultra proses: bukan hanya diproduksi secara teknologi, tapi juga melalui proses penjernihan berulang dan rafinasi," tulis Dr dokter Tan Shot Yen dalam akun instagramnya.
Menurut dokter Tan, makanan yang digoreng akan menghasilkan berbagai senyawa berbahaya. Menurutnya, makanan nabati yang digoreng akan menimbulkan senyawa akrilamida (acrylamides).
Baca Juga: Suster, Bolehkah Aku Bunuh Diri? Pandemi Ancam Kesehatan Jiwa Warga
Sementara makanan hewani yang digoreng akan memicu kemunculan senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon dan senyawa amines. Beberapa senyawa tersebut jika dikonsumsi rutin bisa berisiko karsinogenik, atau menyebabkan kanker.
Bahan pangan berpati (tepung, umbi) yang digoreng atau dipanggang dengan suhu tinggi menimbulkan reaksi antar gula dan asam amino.
Selain itu, semakin lama menggoreng, maka semakin banyak terbentuk Acrylamide. Senyawa ini juga sering muncul dalam asap rokok.
Pada makanan hewani, gorengan menimbulkan HCAs (Hetero-Cyclic-Amines) dan PAHs (Polycyclic Aromatic-Hydrocarbons) PAHS juga terbentuk pada proses pengasapan daging. HCAS dan PAHs mutagenic ini bisa mengubah DNA yang pada akhirnya berpotensi menyebabkan kanker.
Baca Juga: Mal di Batam Tawarkan Diskon Hingga 80 Persen Usai Diizinkan Kembali Buka