Suara.com - Seseorang yang mengalami gejala Covid-19 lebih dari lima, berisiko lebih besar mengalami gejala sisa atau Long Covid-19 setelah sembuh. Kondisi itu terjadi lantaran lebih banyaknya organ tubuh yang terinfeksi virus corona baru tersebut.
"Kenapa bisa terinfeksi covid, karena dalam tubuh ada reseptor ACE-2. Reseptor itu bukan hanya ada di paru-paru, tapi juga di organ lain seperti otak, jantung, ginjal, hati."
"Maka gejala long covid bisa dimiliki oleh seseorang yang tidak berbatas hanya gejala di saluran pernapasan," jelas Dokter spesialis penyakit dalam dr. Eric Daniel Tenda dalam siaran langsung Instagram Kementerian Kesehatan, Rabu (11/8/2021).
Ia menambahkan, long covid merupakan gejala sisa yang menetap lebih dari empat minggu pasca-pasien dinyatakan terkena infeksi akut Covid-19.
Baca Juga: INFOGRAFIS: Kondisi Pasien Isoman Covid-19 Harus Dilarikan ke Rumah Sakit
"Dari jurnal yang dipublikasikan terbaru, dikatakan orang yang infeksi masih akut kemudian gejala lebih dari lima, maka kemungkinan orang tersebut mengalami long covid bisa lebih tinggi empat kali lipat, dalam 28 hari. Dibanding orang-orang yang hanya memiliki gejala kurang dari lima," ucapnya.
Kondisi long covid yang terjadi tidak jauh berbeda dengan gejala saat masih positif Covid-19.
Menurut dokter Eric, sembuh tidaknya long covid, sangat bergantung dari kondisi fisik pasien selama terinfeksi serta ada tidaknya penyakit bawaan atau komorbid.
Misal seorang pasien fibrosis atau paru, kemudian terinfeksi Covid-19, maka kemungkinan untuk sembuh dari long covid cukup rendah.
"Yang kita pahami sampai saat ini, ada kondisi kelaianan paru yang bisa menetap pada pasien, terutama pada pasien yang alami gejala derajat berat. Ada istilahnya ARDS atau gangguan napas berat."
Baca Juga: Waspada Long Covid-19 pada Lansia, Salah Satunya Mudah Lupa
"Pada pasien itu memiliki kemungkinan paru mengalami fibrosis. Pasien yang alami keluhan berat itu, kalau sudah ada fibrosis akan sulit kembali ke kondisi awal," jelasnya.
Dalam kondisi tersebut, dokter Eric menyarankan, pengobatan jangan hanya fokus pada kesembuhan paru tapi lebih kepada meningkatkan kualitas hidup pascaterinfeksi Covid-19.