Suara.com - Munculnya virus corona Covid-19 varian Delta yang mendorong infeksi terobosan baru membuat beberapa orang bertanya mengenai dampak strain itu terhadap tingkat infeksi ulang.
Sebelumnya, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengatakan bahwa kasus infeksi ulang virus corona Covid-19 lebih rendah pada musim gugur.
Sayangnya, CDC menerbitkan hal itu pada Oktober 2020 ketika program vaksinasi belum berjalan dan varian Delta belum terdeteksi.
Seorang ahli pun memperingatkan bahwa frekuensi infeksi ulang virus corona Covid-19 tergolong sulit dilacak. Kasus ini perlu dideteksi melalui tes virus corona Covid-19.
"Saya menekankan bahwa sangat sulit menemukan bukti berkualitas baik tentang tingkat infeksi ulang, karena membutuhkan hasil dari tes PCR kedua dan urutan virus," kata Dr. Ricardo Franco, MD, Infectious Disease Society of America (IDSA) dikutip dari Fox News.
Dr. Ricardo Franco juga mencatat kesulitan dalam menentukan tingkat risiko seseorang mengalami infeksi ulang atau kemunculan virus corona Covid-19 lagi dalam tubuhnya.

Sedangkan, ahli lainnya mendapatkan gambaran jelas dari kasus terobosan dan menyebar tanpa gejala.
Orang yang sudah vaksin Covid-19 dan terinfeksi virus corona Covid-19 tanpa gejala masih bisa menularkan virusnya ke orang lain.
Tapi, penutupan layanan pengujian virus corona Covid-19 massal dan penurunan aksesibilitas di luar jam kerja meningkatkan risiko banyak kasus infeksi ulang yang tak terdeteksi.
Baca Juga: Cegah Virus Corona, Ini Vaksin Covid-19 yang Cocok Bagi Ibu Hamil
Dr. Yehezkiel Emanuel, MD, PhD, wakil rektor untuk inisiatif global di University of Pennsylvania dan co-direktur lembaga transformasi kesehatan, menyebut kasus infeksi ulang tanpa gejala sebagai kelompok yang mengkhawatirkan.