Indra Rudiansyah Sebut Vaksin Nusantara Tak Praktis Dipakai Saat Pandemi Covid-19

Jum'at, 30 Juli 2021 | 20:28 WIB
Indra Rudiansyah Sebut Vaksin Nusantara Tak Praktis Dipakai Saat Pandemi Covid-19
Titiek Soeharto jadi relawan Vaksin Nusantara. (IST)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Salah satu peneliti vaksin Covid-19 AstraZeneca, mahasiswa program doktor Oxford University asal Indonesia, Indra Rudiansyah ikut berkomentar pembuatan vaksin Covid-19 dari sel dendritik cikal bakal vaksin Nusantara, besutan mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto.

Indra mengatakan potensi sel dentritik untuk membuat vaksin Covid-19 bukan hal mustahil dilakukan mengingat kemajuan teknologi sudah bisa mewadahi inovasi tersebut.

Metodenya dilakukan dengan mempertemukan sel imun dendritik yang diambil dari tubuh lalu dipertemukan dengan virus di laboratorium.

"Kemudian sel dendritik yang sudah dipertemukan tadi, kemudian belajar di dalam laboratorium dan dimasukan kembali ke tubuh, sehingga tinggal menyampaikan ke sel imun adaptif untuk melawan Covid-19," ujar Indra dalam acara bincang dengan media, beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Korban Malapraktik COVID-19, Harjito Meninggal Usai Disuntik Vaksin 2 Dosis Sehari

Indra Rudiansyah, pemuda Indonesia yang menjadi tim pengembang vaksin AstraZeneca [Twitter]
Indra Rudiansyah, pemuda Indonesia yang menjadi tim pengembang vaksin AstraZeneca [Twitter]

Sel dendritik menurut Indra, adalah salah satu sel kekebalan tubuh yang bertugas sebagai penerjemah, yang akan menjelaskan kinerja virus atau penyakit kepada sel kekebalan tubuh yang mampu beradaptasi (sel imun aaptif).

Sehingga setelah dijelaskan, sel imun adaptif bisa menyiapkan strategi untuk bisa melawan virus atau penyakit tersebut.

Meski potensial, sayangnya menurut lelaki lulusan S1 dan S2 di Institut Teknologi Bandung (ITB) itu, metode ini sangatlah tidak praktis atau tidak tepat diterapkan di masa pandemi Covid-19, dimana vaksinasi harus dilakukan dengan cepat, tepat dan massal.

Ini karena metode sel dendritik memerlukan waktu yang lama dan rumit untuk dilakukan di masa pandemi Covid-19.

"Bayangkan jika harus vaksinasi sebanyak mungkin orang-orang atau mempercepat mencapai herd immunity. Namun kita juga memerlukan waktu untuk ambil darah pasien, kemudian sel dendritiknya diisolasi dan dipertemukan dengan protein virus, kemudian dimasukan lagi itu memerlukan proses yang panjang," terang mahasiswa asal Bandung, Jawa Barat itu.

Baca Juga: Birokrasi Jadi Dilema Masyarakat Pedalaman, Ingin Vaksinasi Tapi Tak Miliki KTP dan KK

"Sehingga dalam kondisi pandemi seperti ini, sepertinya tidak praktikal teknologi (sel dendritik) tersebut untuk digunakan," lanjutnya.

Lelaki yang juga tengah meneliti kandidat vaksin malaria di Oxford University itu menambahkan, alih-alih digunakan cikal bakal vaksin, ia menyarankan teknologi dan inovasi sel dendritik ini bisa digunakan terapi pemulihan paru-paru setelah pasien Covid-19 dinyatakan sembuh.

"Karena dari yang saya baca Covid-19 bisa menyebabkan luka di paru-paru yang mana jaringannya banyak yang mati, dengan teknologi tersebut paru-paru kita bisa sembuhkan," pungkas Indra.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI