Suara.com - Iran tengah mempersiapkan produksi vaksin COVID-19 buatan negaranya, di tengah infeksi varian Delta yang semakin berbahaya.
Dilansir ANTARA, Iran menyusul Kuba yang mulai memproduksi salah satu vaksin COVID-19 untuk skala industri.
Kedua negara sekutu itu berada di bawah sanksi keras Amerika Serikat yang mereka katakan telah lama membebani akses untuk mendapatkan obat-obatan dan keperluan medis. Sanksi itu memotivasi Kuba dan Iran untuk mandiri.
Kuba dan Iran telah menghasilkan serangkaian vaksin eksperimental COVID-19, dan beberapa diberi nama yang patriotik, seperti Soberana 2 atau Sovereign 2 untuk vaksin buatan Kuba.
Baca Juga: Pasokan Tak Kunjung Datang Dinkes Sleman Kehabisan Vaksin, Tersisa Hanya 200 Dosis
Data awal Kuba dari uji klinis fase akhir menunjukkan Soberana 2 dan vaksin COVID-19 tercanggih lainnya, Abdala, adalah salah satu yang paling efisien di dunia, dengan lebih dari 90 persen kemanjuran.
Namun, para kritikus mengatakan mereka akan tetap skeptis sampai data uji klinis tersebut dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional yang telah diulas.
Institut Pasteur Iran pada awal 2021 setuju untuk berkolaborasi dengan Institut Finlay Kuba, yang mengembangkan vaksin Soberana 2, untuk menerapkan uji klinis fase tiga dari vaksin buatan Iran, yang mengarah pada persetujuan untuk penggunaan darurat pada awal Juli.
Iran dan Kuba akan memproduksi jutaan dosis vaksin Soberana 2 di negara Timur Tengah itu dengan nama PastuCovac, kata kepala Institut Finlay Vicente V©rez Bencomo saat berkunjung ke Teheran pekan ini, menurut media pemerintah Kuba, Rabu.
"Biasanya Anda membutuhkan 15 tahun untuk mengembangkan vaksin dari nol hingga fase industrialisasi, tetapi kami melakukan semua langkah dalam setahun," katanya.
Baca Juga: Muncul Dugaan Ada Influencer Dapat Vaksin Booster, Prof Zubairi: Sangat Disayangkan
"Dan buktinya adalah vaksin itu bekerja dengan sangat baik," ujar Bencomo.
Sektor biotek Kuba memiliki sejarah panjang dalam pengembangan vaksin, memproduksi 80 persen vaksin yang digunakan di negara kepulauan Karibia itu dan mengekspor beberapa di antaranya.
Meksiko, Vietnam, Argentina, dan Jamaika adalah di antara negara-negara yang telah menyatakan minatnya untuk memproduksi atau membeli vaksin COVID-19 buatan Kuba.
Hal itu dapat memberikan keuntungan ekonomi dan diplomatik bagi Kuba yang telah kekurangan uang dan menghadapi kritik baru-baru ini atas tindakan keras pemerintahnya terhadap protes yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Selain itu, Kuba juga mungkin mendapat dukungan untuk permintaan agar Washington mencabut embargo perdagangannya.
Kuba dan Iran, yang terdaftar di antara 20 negara dengan jumlah kasus COVID-19 tertinggi di dunia, menyalahkan sanksi AS telah menghambat langkah tanggapan kedua negara itu terhadap pandemi, termasuk dalam hal pengembangan vaksin.
Sanksi AS tersebut secara teoritis mengecualikan produk medis tetapi seringkali dalam praktiknya membuat perusahaan farmasi asing berhenti berdagang dengan Iran dan Kuba, dan mencegah bank-bank memproses transaksi dengan kedua negara itu.
Washington pada Juni mengeluarkan panduan pelonggaran cara pengiriman produk untuk memerangi pandemi ke beberapa negara yang dikenai sanksi berat termasuk Iran, namun tidak untuk Kuba. [ANTARA]