Suara.com - Menyusul meningkatnya pemintaan plasma konvalesen karena lonjakan kasus Covid-19, Palang Merah Indonesia (PMI) mendapat tudingan bahwa penerima donor harus membayar Rp 10 juta untuk bisa mendapatkan sel darah putih yang terkandung antibodi Covid-19 itu.
Plasma darah konvalesen adalah sel darah putih yang terkandung antibodi dari tubuh penyintas Covid-19 karena berhasil melawan virus corona penyebab sakit Covid-19. Antibodi ini nanti diberikan kepada pasien Covid-19 yang tengah berjuang melawan virus corona.
Kepala Bidang UDD PMI Pusat Linda Lukitari Waseso membantah tudingan tersebut. Menurutnya, tidak benar jika PMI mengenakan biaya untuk pembelian plasma konvalensen.
Kalaupun ada biaya yang harus dikeluarkan, adalah biaya pengolahan untuk plasma konvalesen.
Baca Juga: 3 Kelebihan Vaksin Covid-19 Moderna Lengkap dengan Efek Samping Vaksin Moderna
"Pembayaran itu adalah biaya pengolahan pengganti plasma, jadi berupa kantong, reagen, karena PMI ini kan independen," ujar Linda dalam konferensi pers, Kamis (22/7/2021).
Selain untuk kantong darah, biaya pengolahan juga diperlukan saat relawan atau pendonor menjalani tes penyakit menular yang memerlukan reagen. Penyakit menular tersebut di antaranya Hepatitis B, hepatitis C, sifilis, dan HIV/AIDS.
"Ini perlu dilakukan supaya tidak terjadi infeksi menular karena transfusi darah," imbuh Linda.
Di sisi lain, biaya pengolahan plasma konvalesen ini tidak mencapai RP 10 juta. Tapi hanya berkisar Rp 2,25 juta hingga Rp 2,5 juta.
"Jadi pembiayaan itu bukan biaya membayar darahnya, tetapi biaya pengganti pengolahannya, karena nggak mungkin plasma di kasih di kantong kresek. Itu adalah biaya pengganti pengolahan plasma," pungkas Linda.
Baca Juga: Kematian Akibat Covid-19 Jateng Tertinggi Nasional, 402 Orang Meninggal dalam Sehari
Sekedar informasi, saat ini terapi plasma konvalensen masih belum sepenuhnya terbukti efektifitasnya, karena penelitian masih berlangsung, dan izinnya di Indonesia masih menggunakan izin penggunaan darurat atau emergency authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).