Suara.com - Pemerintah kerap melakukan strategi gas dan rem dalam penanganan pandemi Covid-19 selama 1,5 tahun terakhir.
Dikatakan Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Profesor Wiku Adisasmito strategi itu dipilih agar wabah virus corona bisa terkendali tanpa perlu mengorbankan perekonomian negara.
"Pengetatan tidak dapat dilakukan terus-menerus karena membutuhkan sumber daya yang sangat besar dengan risiko korban jiwa yang terlalu tinggi. Serta berdampak secara ekonomi, tentunya pada suatu titik kita harus kembali melakukan relaksasi," kata Wiku dalam konferensi pers virtual, Selasa (20/7/2021) kemarin.
Namun langkah relaksasi yang tidak tepat dan tidak didukung oleh seluruh lapisan masyarakat, kata Wiku, juga dapat memicu kenaikan kasus yang lebih tinggi.
Baca Juga: Sempat Membaik, Pasien Covid-19 di Batam Tembus 20.000 Hari Ini
Ia menyampaikan bahwa Indonesia telah melaksanakan tiga kali pengetatan dan relaksasi. Aturan PPKM darurat saat ini menjadi pengetatan keempat yang dilakukan pemerintah.
Mekanisme pengetatan rata-rata dilakukan 4 sampai 8 minggu yang berdampak bisa menurun jumlah kasus positif Covid-19.
"Namun saat relaksasi selama 13 sampai 20 minggu, kasus kembali meningkat hingga 14 kali lipat. Hal ini perlu menjadi refleksi penting terhadap pengetatan yang saat ini dilakukan," katanya.
Dampak dari pengetatan PPKM darurat selama dua minggu terakhir mulai menunjukan hasil, kata Wiku.
Beberapa di antaranya, mulai menurunnya keterisian tempat tidur di rumah sakit, khususnya di provinsi Jawa-Bali. Selain itu, aktivitas penduduk dinilai mulai mengalami penurunan.
Baca Juga: Jenis Video yang Paling Banyak Dicari dan Ditonton Warganet Selama PPKM Darurat
Akan tetapi, diakui Wiku bahwa penambahan kasus masih menjadi kendala yang terjadi saat ini. Kasus masih mengalami peningkatan hingga dua kali lipat dengan jumlah kasus aktif telah mencapai 542.938 atau 18,5 persen.
Kenaikan tersebut tidak lepas dari fakta bahwa variant of concern atau berbagai varian virus corona yang telah masuk ke Indonesia. Khususnya varian Delta yang telah mencapai 661 kasus di Pulau Jawa-Bali.
"Dengan tingginya kasus saat ini, pemerintah berusaha maksimal dalam melakukan pengetatan dengan membatasi mobilitas, meningkatkan kapasitas rumah sakit, menyediakan obat-obatan, alat kesehatan. Namun upaya itu tidak akan cukup dan pengetatan tidak bisa terus dilakukan," ucao Wiku.
Ia menegaskan bahwa penanganan Covid-19 dapat berhasil dan efektif apabila keputusan relaksasi dipersiapkan dengan matang dan adanya komitmen dalam melaksanakan kebijakan atau kesepakatan dari seluruh unsur pemerintah dan masyarakat.
Dua hal itu menjadi kunci terlaksananya relaksasi secara efektif dan aman. Serta tidak memicu kasus kembali melonjak.
"Cara Ini adalah cara paling murah dan mudah dan dapat dijalankan dengan berbagai penyesuaian pada kegiatan masyarakat," ucap Wiku.