Suara.com - Raungan sirine ambulans yang semakin sering terdengar akhir-akhir ini merupakan mimpi buruk bagi pengidap fonofobia. Penyakit apa itu?
Fonofobia merupakan bentuk gangguan jiwa yang ditandai dengan ketakutan berlebih terhadap suara-suara tertentu, suara sirine ambulans misalnya.
Orang dengan fonofobia bisa merasakan emosi yang negatif ketika mendengar suara keras seperti kembang api atau sirine ambulans, yang membuatnya marah dan juga berisiko mengalami serangan cemas seperti ketakutan berlebih, sesak napas, hingga berkeringat dingin dan nyer dada.
"Jadi tidak spesifik satu suara saja, tapi suara yang keras itu bisa terjadi. Baik itu relate dengan peristiwa sirene ambulans atau suara kembang api yang bisa bikin orang panik dan sesak," ungkap psikolog klinis Veronica Adesla saat dihubungi oleh Suara.com, Jumat (16/7/2021).
Baca Juga: Warga Keputih Surabaya Imbau Sirine Mobil Jenazah Dimatikan, Dianggap Usik Ketenteraman
Veronica mengatakan, di tengah pandemi saat ini, risiko seseorang mengalami cemas ketika mendengar suara ambulans memang meningkat.
Namun, bukan berarti semua yang cemas ketika mendengar suara sirine ambulans mengalami fonofobia. Sebab untuk didiagnosis fonofobia harus melalui pemeriksaan oleh ahlinya.
“Menurut saya harus dilakukan lewat profesional kesehatan mental. Baik itu psikiater atau psikolog. Tapi kalau ketakutan mendengar ambulans di situasi yang kayak gini, itu related sekali,” ungkap co-founder Ohana Space ini.
Lalu jika gejala-gejala di atas terjadi pada diri kita, apa yang bisa dilakukan? Menurut Veronica, dampak ketakutan akan suara tertentu berbeda-beda bagi tiap orang.
Jika ketakutan sudah mengganggu aktivitas sehari-hari, membuat kita tidak bisa bangkit dari tempat tidur misalnya, tandanya sudah membutuhkan bantuan profesional.
Baca Juga: Merawat Kewarasan di Tengah Pandemi, Orang Menyangkal Covid Adalah yang Tercemas
Veronica menyarankan untuk berkonsultasi kepada psikiater atau psikolog. Jika berobat di psikiater, pasien bisa diresepkan obat yang menurunkan kecemasan dan paniknya.
Sementara jika berobat ke psikolog, pasien akan diterapi untuk bisa menanggulangi ketakutan tersebut. Veronica mengatakan behavioral therapy atau eksposure therapy bisa membantu pengidap fonofobia.
"Teknik yang dilakukan ini bisa membantu seseorang untuk membangun perspektif yang lebih netral terhadap suara. Jadi lebih sehat responnya dibanding sebelumnya," pungkasnya.