Suara.com - Meningkatkan imunitas tubuh jadi salah satu upaya untuk menghindarkan diri terinfeksi Covid-19. Termasuk dengan mengonsumsi cukup vitamin.
Beberapa waktu terakhir, suplemen vitamin D menjadi salah satu zat gizi yang banyak diincar masyarakat agar bisa terhindar atau bahkan mengobati infeksi Covid-19. Tetapi benarkah vitamin D ampuh cegah dan sembuhkan Covid-19?
Ketua Tim Mitigasi Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Zubairi Djoerban menjelaskan bahwa vitamin D memang diperlukan tubuh untuk kesehatan tulang, gigi, dan sistem kekebalan. Akan tetapi, dari hasil penelitian belum dipastikan apakah pencegahan maupun penyembuhan Covid-19 merupakan peran dari vitamin D.
"Tim peneliti Universitas Northwestern pernah menemukan hubungan antara kekurangan vitamin D dengan infeksi virus korona. Mereka juga menyatakan bahwa pasien dari negara-negara dengan tingkat kematian Covid-19 yang tinggi diketahui memiliki kadar vitamin D yang rendah," kata prof Zubairi dikutip dari tulisannya di Twitter, Minggu (11/7/2021).
Baca Juga: Resmi! Pemerintah Tetapkan Harga Vaksin Sinopharm Rp 879.140
Akan tetapi, para peneliti juga mengaku butuh penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan hubungan antara tingkat infeksi virus dan vitamin D dari satu negara dengan negara lain. Sebab, ada perbedaan kualitas perawatan kesehatan, tingkat tes, usia populasi, atau jenis virus corona yang tak sama di tiap negara.
"Intinya belum cukup data untuk bisa bilang bahwa vitamin D dapat cegah seseorang terinfeksi Covid-19," imbuh prof Zubairi.
Prof Zubairi melanjutkan, penelitian juga memuat jika konsumsi dosis vitamin D terlalu banyak justru ditemukan efek samping toksisitas atau keracunan obat. Dibenqrkannya bahwa pemberian tambahan vitamin D sebanyak 10-25 mikrogram setiap hari memang bisa memproteksi pasien terhadap infeksi akut saluran napas.
Tetapi, menurut prof Zubairi, tetap belum cukup bukti untuk mencegah penyakit Covid-19.
"Dari poin-poin tadi, saya memandang belum ada cukup bukti bahwa vitamin D mencegah seseorang terinfeksi Covid-19. Begitu juga untuk pengobatannya," ucapnya.
Baca Juga: Virus Zika dari Nyamuk Menjangkit India, Begini Gejala dan Bahayanya!
Ia menegaskan bahwa protokol kesehatan tetap yang paling ampuh untuk mencegah terinfeksi Covid-19. Sedangkan untuk pengobatan Covid-19 yang sudah terbukti merupakan heparin prophylaxis. Bagi pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit, pemberian heparin prophylaxis dinolai sangat bermanfaat.
Obat tersebut banyak digunakan karena bisa mengatasi dan mencegah penggumpalan darah yang dialami sejumlah pasien Covid-19.
"Obat yang kedua adalah dexamethasone. Obat ini bermanfaat untuk pasien Covid-19 dengan saturasi oksigen yang rendah atau yang sedang memerlukan ventilator saat rawat inap di rumah sakit. Penelitian Universitas Oxford juga mengungkap dexamethasone itu bisa mengurangi sepertiga kematian pasien yang menggunakan ventilator," paparnya.
Rekomendasi terbaru dari WHO adalah dua obat yaitu tocilizumab dan sarilumab. Obat tersebut sering digunakan untuk pengobatan peradangan sendi, rheumatoid arthritis, salah satu jenis penyakit autoimun.
Selain itu juga remdesivir dan favipiravir untuk pengobatan pasien Covid-19 dengan gejala berat. Sedangkan untuk pasien gejala menengah diberikan obat Plasma Convalescent, yang bermanfaat namun banyak syarat untuk diberikan.
"Kesimpulannya, masih sulit mengetahui apakah vitamin D bisa mencegah dan mengobati Covid-19. Hasil beberapa penelitian belum konsisten. Tapi, asupan vitamin D ya tetap penting, namun bukan dalam rangka mengobati Covid-19," ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa terlalu banyak asupan vitamin D dalam tubuh juga bukan berarti lebih baik. Sebab, vitamin D bersifat larut dalam lemak, sehingga ada risiko kelebihan suplemen yang dapat menyebabkan toksisitas.
Untuk meningkatkan daya tahan tubuh juga tidak hanya dengan mengonsumsi suplemen vitamin D.
"Tapi juga melakukan olahraga teratur, berhenti minum alkohol dan merokok, tidur cukup dan mengonsumsi makanan bergizi," pungkasnya.