Suara.com - Indonesia termasuk salah satu negara yang mengalami beban ganda gizi. Bapennas mencatat angka kekurangan gizi di Indonesia masih tinggi.
Data Studi Status Gizi Balita tahun 2019 menunjukkan bahwa 27,67 persen balita di Indonesia mengalami stunting atau anak pendek. Di sisi lain, terdapat 8 persen balita mengalami kelebihan gizi atau obesitas pada 2018.
Permasalahan kekurangan maupun kelebihan gizi itu terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Kondisi tersebut juga dialami oleh anak dari berbagai kelompok sosial ekonomi, baik keluarga miskin maupun kaya.
"Hal ini menjelaskan bahwa penyebab stunting bersifat multidimensional, tidak hanya kemiskinan dan keterbatasan akses pangan tetapi juga pola asuh dan pemberian makan pada balita," kata Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas Pungkas Ali dalam webinar Bappenas, Kamis (8/7/2021).

Sayangnya, kekurangan gizi di Indonesia tidak hanya masalah stunting, tetapi juga ada wasting atau bayi kurus.
Diakui Pungkas, selama ini kasus stunting memang lebih banyak diperbincangkan lantaran jumlahnya yang mendominasi dibandingkan wasting.
Meski begitu, Pungkas mengatakan masyarakat juga tetap perlu mengetahui informasi tentang wasting agar bisa mencegah bayi terlalu kurus.
"Memang selama ini fokus penyelesaian masalah kesehatan pada stunting karena jumlahnya yang hampir 28 persen, tapi wasting juga perlu jadi perhatian," ucapnya.
Menurut Pungkas, besarnya permasalahan gizi perlu diimbangi juga dengan informasi yang benar kepada masyarakat. Hal tersebut termasuk dalam pelurusan hoax dan misinformasi mengenai kesehatan dan gizi.
Baca Juga: Sambut Bonus Demografi, Pengentasan Stunting Harus Dikebut
Pungkas lalu mengungkapkan, tak sedikit orangtua yang menganggap anaknya terlalu pendek karena faktor keturunan, bukan masalah kekurangan gizi. Itulah mengapa edukasi menjadi sangat penting.