Suara.com - Jumlah kasus infeksi Covid-19 di Indonesia terus merangkak naik. Dampaknya kini sangat dirasakan oleh masyarakat bukan hanya di bisang ksehatan tetapi juga sektor pendidikan.
Penerapan kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ yang dilakukan via daring, dianggap tidak hanya mengurangi efektifitas sistem belajar mengajar, tapi juga menghadirkan persoalan lain.
Anak yang biasanya memiliki banyak aktivitas di sekolah, kini hampir seluruh waktunya dihabiskan bersama orangtua.
Hal ini, di satu sisi, merupakan suatu hal yang positif karena proses PJJ telah memberikan banyak waktu antara anak dan orangtua untuk saling interaksi dan lebih mengenal anggota keluarga.
Baca Juga: Lima Aspek Penting dalam Memilih Permainan untuk Anak
Kebijakan PJJ bagi anak dan WFH (Work From Home) bagi orangtua, secara tidak langsung, dianggap telah mengembalikan fungsi keluarga sebagai pusat segala kegiatan dan tempat utama terjadinya pendidikan bagi anak.
Namun, di sisi lain, dalam mendampingi anak belajar secara daring, sebagian orangtua justru mengalami kesulitan dalam mengarahkan anak untuk belajar.
Orangtua yang tidak terbiasa menerapkan pola pendidikan reguler kepada anaknya akan menghadapi tantangan berat, sehingga dapat berujung pada stres.
Sementara dalam proses PJJ seorang anak juga dapat mengalami stres akademik akibat berbagai tuntutan tugas sekolah.
Jika situasi penuh tekanan baik dari orangtua maupun dari anak terus terjadi, maka akan rentan terjadinya stres pengasuhan, yang akhirnya dapat menyebabkan kemerosotan kualitas dan efektivitas perilaku pengasuhan orangtua terhadap anak.
Baca Juga: Ketua DPD Minta Pemuka Agama Bantu Pemerintah Selama Pandemi Covid-19
Professional Coach dan Founder & CEO Leadership Resources Indonesia Eval Wari menegaskan bahwa orangtua harus menjadi sahabat anak di masa pandemi ini.
Dalam paparannya pada Diskusi Seri 4 IPB ’33 Tan96uh: Kebiasaan Anak pada Masa Pandemi, Eval menjelaskan peran orangtua sebagai mitra anak perlu diwujudkan dalam hubungan dan komunikasi yang mendorong proses kreatif, sehingga dapat memaksimalkan potensi anak.
"Orangtua juga harus memahami kendala yang dihadapi oleh seorang anak dalam proses PJJ, seperti misalnya sulit fokus, tidak mengerti materi, banyak tugas tidak tuntas, kangen sekolah, dan lain-lain," katanya dikutip Suara.com dari siaran pers, Senin (5/7/2021).
Untuk itu, lanjutnya, orangtua harus hadir sepenuhnya saat berkomunikasi dengan anak, bukan hanya sekedar menanyakan tugas-tugas sekolah, tapi berupaya untuk menangkap dan memahami kata-kata, emosi dan makna tersirat dalam berinteraksi dengan anak.
Di samping persoalan yang muncul akibat kebijakan PJJ, dampak tidak langsung seperti ketersediaan gawai dan kemudahan akses internet yang mengarah pada penggunaan teknologi yang tidak sehat juga menjadi masalah besar lain bagi anak-anak dan orangtua.
Ditambah, ketersediaan waktu luang akibat PJJ dan WFH, kombinasi tersebut dapat menimbulkan efek negatif dalam pola pengasuhan anak apabila tidak dikontrol dengan baik.
Pemilik Rumah Baca Faqih Dadang Darmadi memberikan beberapa tips membangun pola peran orangtua untuk menjadikan anak disiplin dan bahagia.
Pertama, orangtua disebut perlu akrab dengan anak dan konsisten dengan ucapannya. Kedua, negosiasikan batasan dengan anak, berikan konsekuensi yang tegas apabila melanggar.
Ketiga, berikan pujian atas perbuatan baik anak serta instal nilai-nilai kebaikan dengan cara selalu mendekatkan, membiasakan dan menghadirkan kebaikan dalam proses pendampingan anak oleh orangtua.
"Apabila dikelola dengan baik, ketersediaan waktu luang selama PJJ dan WFH sebenarnya bisa dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan potensi dan bakat anak. Orang tua memiliki banyak kesempatan untuk mengeksplorasi kemampuan dan keterampilan anak," tambahnya.
Founder Aya Sophia Islamic School & Penulis Buku Pendidikan Wakhida Nurhayati menambahkan, untuk mengembangkan bakat anak diperlukan pemahaman mengenai mesin kecerdasan anak.
Banyak metode bisa digunakan, salah satunya menggunakan tools dan konsep STIFIn. Founder STIFIn adalah salah satu alumni terbaik IPB, yakni Farid Poniman yang juga seorang peneliti di bidang pengembangan diri.
Farid membagi otak manusia menjadi 5 bagian yang menghasilkan 5 mesin kecerdasan, yaitu Sensing, Thinking, Intuiting, Feeling dan Insting.
"Mengenali bakat anak melalui pendekatan ini dapat membantu orang tua untuk mengoptimalkan metode pembelajaran yang cocok bagi anak, sehingga anak merasa nyaman dan termotivasi untuk menggali seluruh potensi yang ada pada dirinya menjadi insan sukses mulia," katanya.
Diskusi Seri 4 tentang Kebiasaan Anak pada Masa Pandemi ini diinisiasi oleh Alumni Institut Pertanian Bogor Angkatan 33 (1996) atau dikenal sebagai “33 IPB Tan96uh”.
Diskusi merupakan salah satu rangkaian kegiatan “Menuju Reuni Perak IPB ‘33” yang acara puncaknya akan diselenggarakan pada 13 November 2021 di International Convention Center Bogor, Jawa Barat mendatang.