Suara.com - Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) angkat bicara tentang obat Ivermectin yang disebut bisa menyambuhkan Covid-19. Apa katanya?
Ketua PP IAI drs Nurul Falah Eddy Pariang mengatakan, obat Ivermectin seharusnya tidak boleh dijual bebas. Sebab, ivermectin merupakan obat keras yang harus digunakan sesuai resep dokter.
Diakuinya, Ivermectin memang sudah mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai obat cacing. Di saat bersamaan, penelitian tentang manfaatnya sebagai obat Covid-19 sedang diteliti.
"Penelitian secara in vitro, artinya baru penelitian dalam skala laboratorium, masih sangat awal dan membutuhkan uji klinik untuk memastikan. Yang pasti, Ivermectin adalah golongan obat keras yang harus didapatkan dengan resep dokter. Karena itu kami menghimbau agar sejawat apoteker di apotek dalam melayani Ivermectin dipastikan ada resep dokter," ungkap Nurul Falah, dalam keterangan yang diterima Suara.com, Sabtu (3/7/2021).
Baca Juga: Guru Besar Fakultas Kedokteran UI Bahas Obat Ivermectin, Kutip WHO Soal Uji Klinik
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Bidang Farmasi mengatakan, WHO belum merekomendasikan Ivermectin sebagai obat Covid-19. Saat ini, Ivermectin baru boleh digunakan untuk uji klinik.
Uji klinik ini nantinya yang akan memberikan bukti terkait keamanan dan khasiat penggunaannya bagi Covid-19. Sebab hingga saat ini, belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan ivermectin bermanfaat mengobati Covid-19, apalagi mencegahnya.
"Beredar informasi bahwa obat ini bisa digunakan untuk pencegahan, untuk pengobatan saja belum direkomendasikan, apalagi untuk pencegahan, karena adanya efek samping yang masih perlu ditelaah lebih dalam mengenai keamanan penggunaan obatnya. Profil obat tersebut sebagai obat cacing atau obat anti parasit yang sesuai ijin edar, dinyatakan obat tersebut indikasinya digunakan hanya satu tahun sekali, kalau digunakan untuk pencegahan berarti penggunaannya rutin dalam jangka panjang, ini tentu memerlukan perhatian khusus dan pembuktian lebih jauh," terang Keri Lestari.
Sementara itu, Dewan Pakar PP IAI, Dr Apt. Yahdiana Harahap menyampaikan studi terbaru tentang manfaat ivermectin. Dalam penelitian skala laboratorium alias in vitro, ditemukan Ivermectin mampu menghambat replikasi dari SarsCov-2, namun hal ini tidak bisa langsung ditranslasikan dengan kajian klinis
"Sebelum sampai pada uji klinis, masih dibutuhkan sejumlah studi lanjutan setelah uji in vitro dilakukan, terutama adalah penyesuaian dosis dari dosis sebagai anti parasit menjadi dosis anti virus," ungkapnya.
Baca Juga: Apakah Aman dan Efektif Ivermectin untuk Obat Covid-19?
Dalam beberapa literatur ditemukan penghitungan IC 50 bagi Ivermectin, yaitu 5 mikromolar. IC 50 adalah kadar obat dalam darah, sehingga obat tersebut mampu membunuh 50 persen virus dalam tubuh. Studi in vitro yang dilakukan oleh peneliti Australia juga menggunakan kadar 5 mikromolar.
Setelah uji in vitro tersebut, kemudian dilanjutkan dengan studi in vivo. Sebagai informasi, dosis anti parasite yang diijinkan adalah 200 – 400 mikrogram/kg BB, sementara dosis yang ada di pasaran adalah 12 mg. Pada uji in vivo digunakan dosis sebesar 8,5 kali dosis obat yang beredar di pasaran, dan ternyata kadar obat yang ditemukan dalam darah hanya 0,28 mikromolar.
"Jadi saya ingin mengatakan, kalau kita ingin mengkorelasikan obat cacing ke anti virus, maka yang perlu diperhatikan adalah dosisnya. Berapa dosis yang harus diberikan, agar mampu membunuh virus dalam tubuh kita. Kalau dalam studi in vitro ditemukan kadar 5 mikromolar yang mampu membunuh virus, sementara dengan dosis 8,5 kali dari dosis obat yang ada di pasaran saat ini hanya mampu menghasilkan 0,28 mikromolar, artinya, apabila akan dilakukan uji klinis, maka dosis yang digunakan seharusnya adalah 250 kali lipat. Itu baru dari sisi hitungan kadar, sementara masih perlu kita pertimbangkan mengenai karakter lain dari obat ini," tutur Yahdiana.