Suara.com - Setiap anak memiliki karakter yang berbeda-beda. Karakter yang terbentuk itu pasti tidak lepas dari pola asuh yang diberikan oleh orangtuanya.
"Perbedaan pola asuh lah yang membuat anak-anak ini jadi berbeda juga karakternya," kata psikolog Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta Meriyati, Sp.Psi., dalam webinar daring, Selasa (29/6/2021).
Ia menyebut bahwa ada empat tipe pola asuh yang berdasarkan penelitian paling banyak dilakukan oleh para orangtua. Keempat pola asuh yang berbeda itu memiliki dampak berbeda pula terhadap karakter anak.
1. Pola asuh otoritatif
Baca Juga: 4 Jenis Kesalahan Umum Orangtua saat Mengasuh Anak, Tak Tegas!
Meriyati menjelaskan bahwa pola asuh ini menekankan pada komunikasi dua arah antara orangtua dan anak. Anak dilibatkan dalam berkomunikasi secara aktif dan positof bahkan bebas mengemukakan pendapat dan perasaannya.
"Orangtua juga mengizinkan dirinya untuk mendengar pendapat anak. Apa yang membuat anak tidak nyaman, apa yang membuat anak keberatan terhadap aturan yang diberikan. Jadi orangtua mempunyai kehangatan terhadap anak, tapi orang tua juga punya kendali terhadap anak. Tidak hanya mengatur, menuntut, mengikuti aturan tapi orangtua menjelaskan dampak positif dan negatifnya," jelas Meriyati.
Menurutnya, anak-anak yang tumbuh dari pola asuh otoritatif akan memiliki karakter mudah mengendalikan emosinya, terbiasa melakukan komunikasi dua arah, bertumbuh dengan sifat yang ramah, dapat bekerja sama.
Anak juga akan mampu terlibat dalam aktivitas sosial, tidak mudah jatuh dalam kegiatan menyimpang seperti kekerasan, agresif, hingga penggunaan narkoba karena mereka merasa dirinya berharga.
Perasaan berharga atas dirinya sendiri itu telah dirasakannya sejak dari rumah karena pola asuh orangtuanya yang memperlakukan seperti pribadi yang punya hak untuk bicara, memiliki pemikiran tertentu.
Baca Juga: Caca Tengker Coba Terapkan Pola Asuh Organik, Apa Manfaatnya?
2. Pola asuh otoriter
Ciri pola asuh otoriter merupakan mengekang anak. Orangtua menuntut anak untuk mengikuti aturan yang sudah diberlakukan. Meriyati mengatakan, orangtua memang tetap berikan dukungan dan tanggung jawab kepada anak, tetapi tidak ada kebebasan bagi anak untuk mengemukakan pendapat.
"Jadi overprotektif, anak disuruh nurut aja tapi tidak dijelaskan baik buruknya apa. Orangtua mengekang sehingga anak sulit untuk bisa mengemukakan sudut pandang karena dia selalu dipaksa saja," jelasnya.
Dampak pola asuh otoriter tersebut menyebabkan anak tidak tahu batasan untuk dirinya sendiri. Tidak tahu kapan harus bicara dan kapan tidak. Anak akan tumbuh menjadi orang yang pandai dalam mengikuti aturan tetapi dalam ketakutan.
Meriyati mengungkapkan, anak seperti itu akan sulit menyikai dirinya sendiri. Karena tidak tahu batasan mana yang harus dilakukan pada dirinya sendiri. Juga batasan mana yang orang lain boleh menuntut atau memintabdari dirinya. Sehingga akan cenderung mengirbankan dirinya sendiri.
"Anak kayak gini ya tidak bahagia, penuh rasa takut, khawatir. Kemudian enggak mampu untuk mengeluarkan pendapat, menyampaikan perasaan, aspirasinya, komunikasinya juga buruk, takut disalahkan, takut ngomong, takut dianggap bodoh. Sehingga dia cenderung berperilaku agresif. Sebetulnya perilaku agresif itu dikeluarkan karena bentuk frustasi dia karena nggak punya hak untuk mengungkapkan keinginan," paparnya.
3. Pola asuh permisif
Pola asuh permisif merupakan orang tua yang sangat memanjakan anak. Segala keinginan anak dituruti bahkan tidak ada untuk memberikan kontrol kepada anak.
"Kelihatannya sayang tapi tidak diatur. Semua keinginan anak dikasih biar nggak rewel. Tapi anak ini sebetulnya tidak tahu ke depan, belum tahu manfaat baik-buruk ke depan. Pola asuh yang memanjakan seperti ini akan membuat anak tidak mampu memiliki kemampuan untuk mandiri, enggak ada daya juang, akan bersikap egois dan terbiasa menggantungkan kebutuhan kepada orang lain terutama orang tua," paparnya.
Sifat manja, egosentris, bahkan tidak dapat menghargai orang lain juga akan melekat oada karakter anak. Karena anak merasa sejak kecil sebagai raja yang selalu dipenuhi keinginannya.
4. Pola asuh uninvolved
Pola asuh seperti ini tidak ada kehadiran orangtua baik secara fisik juga psikis bagi anak. Sehingga orangtua tidak memiliki kontrol terhadap anak bahkan jugabtidak mengetahui perkembangam yang terjadi pada anak.
Meriyati menyebut pola asuh uninvolved juga sebagai pola asuh yang menelantarkan anak. Orangtua hanya berpikir untuk membiayai dan memenuhi kebutihan anak tapi tidak hadir untuk anak.
Dampaknya terhadap anak membuat ia jadi rendah diri karena merasa tidak dihargai. Kemampuan sosial anak menjadi buruk karena tidak terbiasa berkomunikasi dengan orangtua, tidak pernah didengar apa yang dirasakannya.