Suara.com - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 melakukan pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro yang akan berlaku mulai hari ini Selasa (22/6/2021). Pengetatan PPKM ini juga dilakukan sekaligus menanggapi permintaan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO untuk memperketat PPKM di tengah melonjaknya kasus harian Covid-19 di Indonesia yang tembus 14 ribu kasus, Senin (21/6).
"(Permintaan WHO) sudah direspons pemerintah dengan pengetatan PPKM Mikro," ujar Ketua Bidang Komunikasi Publik Satuan Tugas (Satgas) Covid-19, Hery Trianto, saat dihubungi suara.com, Senin (21/6/2021).
Banyak masyarakat yang mempertanyakan perbedaan aturan dengan PPKM mikro sebelumnya. Menurut Hery, aturan pengetatan PPKM mikro terbaru ada pada praktik pembatasan aktivitas masyarakat yang lebih intens.
Kata Hery, operasi yutisi atau penegakan protokol kesehatan akan dipertegas dengan mendisiplinkan kerumunan di masyarakat, seperti tidak memakai masker dan menjaga jarak.
Baca Juga: Pembatasan Mobilitas Bukan Lockdown, Kendaraan Masuk 10 Ruas Jalan di Jakarta Diseleksi
"Kegiatan perkantoran restoran, tempat ibadah, lebih dibatasi lagi. Subtansinya sama, pembatasan kegiatan masyarakat atau sosial," tutur Hery.
Jika sebelumnya PPKM mikro, dine in atau makan di restoran, dan work from office (WFO) hanya jumlah maksimal 75 persen, maka saat pengetatan PPKM mikro jumlah maksimal hanya bisa 25 persen. Aturan ini berlaku di zona merah Covid-19.
"Tempat ibadah juga ditutup sementara," imbuh Hery.
Hal ini juga sesuai dengan instruksi Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun tentang Perpanjangan PPKM mikro, dengan kategori zona hijau tidak ada satupun kasus Covid-19 di satu RT.
Sedangkan zona kuning, jika ada satu hingga dua kasus Covid-19 di satu RT. Sedangkan zona merah, ada lebih dari tiga kasus Covid-19 di satu RT.
Baca Juga: Sekat 10 Kawasan di Jakarta, Polda Metro: Bukan Lockdown, Ini Pembatasan Mobilitas
Di sisi lain, alih-alih menerapkan PPKM mikro Ketua Satgas Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Zubairi Djoerban meminta pemerintah mengganti istilah PPKM dengan lockdown.
Meskipun subtansi atau pemberlakuannya sama, namun istilah lockdown akan menunjukkan komunikasi yang lebih serius pada masyarakat.
"Kebijakan lockdown akan mengesankan bahwa situasi darurat saat ini benar-benar darurat, sehingga masyarakat juga sadar akan hal itu. Tidak usah lama-lama dan memang butuh kesabaran serta kesadaran dari semua pihak," ungkap Prof. Zubairi beberapa waktu lalu melalui cuitannya di Twitter beberapa waktu lalu.
Sayang, saat dikonfirmasi lebih jauh alasan pemerintah enggan memberlakukan lockdown saat kasus harian Covid-19 melonjak, dan angka ketersediaan tempat tidur Covid-19 di rumah sakit menipis, Hery tidak menanggapi lebih lanjut.