Suara.com - Pemerintah tengah menggeber target vaksinasi harian di tengah peningkatan kasus COVID-19 di sebagian besar provinsi.
Terkait hal ini, Communication for Development Specialist Unicef Indonesia, Rizky Ika Syafitri menyarankan agar tenaga kesehatan maupun penyuluh vaksinasi untuk menggunakan bahasa yang lebih.
Sebab berdasarakan pengamatannya, tidak sedikit masyarakat yang enggan divaksinasi karena tidak mengerti istilah yuang digunakan.
"Contoh, kita baru kembali dari Aceh, ada lansia bilang, saya nggak mau divaksinasi COVID-19, tapi kalau diimunisasi saya mau," katanya, dilansir ANTARA.
Baca Juga: Deretan Curhatan Lansia Usai Gibran Adakan Vaksinasi Covid-19 Keliling
Rizky mengatakan selama ini ada yang keliru dengan strategi komunikasi menggunakan istilah vaksinasi sebab asing buat sebagian masyarakat.
"Masyarakat tahunya imunisasi, yang sudah punya konotasi yang baik di masyarakat," katanya.
Cerita tersebut, kata Rizky, merupakan pesan bagi tenaga penyuluh agar menggunakan bahasa yang sederhana serta mudah dipahami masyarakat.
Menurutnya, istilah dalam dunia medis terkait COVID-19 sangat banyak dan tidak seluruhnya bisa dipahami publik. Misalnya, sebutan 'polymerase chain reaction' (PCR), antigen, swab serta istilah asing lainnya.
Organisasi dunia yang membantu memberikan bantuan dan dukungan kepada anak-anak itu merekomendasikan strategi komunikasi edutainment yang menarik serta dikemas dengan cara-cara yang menyenangkan.
Baca Juga: Sri Mulyani Resah Gelisah karena Kecepatan Vaksinasi Covid-19 Tidak Merata
"Jenis komunikasi direktif seperti pakai masker, jaga jarak, ayo vaksin sudah enggak bisa. Sudah satu tahun kita lalui pandemi ini, jangankan yang ngasih tahu, yang diberi tahu juga sudah capek. Jadi pendekatannya harus harus memotivasi kemudian harus ada unsur edutainment biasanya sekarang lebih diterima," katanya.
Pada survei penerimaan vaksinasi yang dilakukan Kementerian Kesehatan bersama sejumlah otoritas terkait pada Juli 2021, dilaporkan terdapat 65 persen responden menjawab bersedia untuk divaksinasi, sekitar 27 persen ragu-ragu menentukan pilihannya serta 8 persen menyatakan menolak vaksin.
"Ada lebih dari 115 ribu responden yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Tapi ini sesuatu yang sangat dinamis bisa naik turun tergantung bagaimana program diimplementasikan serta eksposur berbagai informasi yang diterima masyarakat," tutupnya. [ANTARA]