Suara.com - Gelombang ketiga virus Corona yang melanda Timur Tengah juga dirasakan dampaknya oleh Afganistan.
Dilansir ANTARA, dua rumah sakit tempat perawatan utama pasien Covid-19 bahkan menolak menerima pasien baru, lantaran kapasitas tempat tidur yang sangat kurang.
Dalam sebuah wawancara, pejabat kesehatan yang menolak disebutkan namanya mengatakan, rekor jkumlah infeksi dan kematian terjadi di tengah serangan Taliban yang semakin sering.
"Baik rumah sakit Afghan Jepang dan Ali Jinnah harus menutup pintu mereka karena mereka tidak memiliki tempat tidur atau sumber daya lagi," kata pejabat kesehatan yang tidak mau disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang untuk berbicara secara terbuka tentang masalah tersebut.
Baca Juga: Sakit Tenggorokan Gejal Virus Corona Varian Delta dan Berita Terpopuler Lainnya
Pejabat itu mengatakan kedua rumah sakit, yang berada di Ibu Kota Kabul, menghadapi kekurangan oksigen dan pasokan medis lainnya secara terus-menerus.
Wakil Juru Bicara Kementerian Kesehatan Afganistan Mirwais Alizay mengatakan rumah sakit kadang-kadang ditutup karena jumlah pasien yang lebih tinggi. Tetapi, dia membantah bahwa rumah sakit menghadapi kekurangan pasokan yang serius, dengan mengatakan bahwa masalah dengan oksigen telah diselesaikan.
Masi Noori, seorang dokter di rumah sakit Afghan Jepang, mengatakan fasilitas kesehatan itu telah ditutup untuk pasien baru selama beberapa hari karena kehabisan tempat tidur.
Eid Wali, kepala rumah sakit Ali Jinnah, mengatakan harus berhenti menerima pasien baru ketika tempat tidur bagi pasien COVID-19 sudah penuh. Rumah sakit itu akan kembali menerima pasien baru jika ada tempat tidur tersedia.
"Kami hanya memiliki 50 tempat tidur untuk kasus COVID, itu masalah utama," kata Wali kepada Reuters.
Baca Juga: Keparahan Turun 70 Persen, Uji Coba Obat COVID-19 Celltrion Beri Hasil Positif
Pada Senin, Afganistan melaporkan 1.804 kasus baru COVID-19 dan 71 kematian akibat penyakit itu.
Secara keseluruhan, tercatat 93.272 kasus COVID-19 dan 3.683 kematian tetapi dokter mengatakan banyak kasus kemungkinan terlewatkan karena tingkat pengujian yang rendah.
Kelompok pembela hak asasi manusia Amnesty International mengatakan pekan lalu pemerintah perlu segera mendapatkan lebih banyak oksigen dan vaksin.
"Jumlah kasus COVID-19 Afganistan terus meningkat. Tanpa dukungan internasional yang mendesak untuk menahan lonjakan ini, situasinya dapat dengan cepat lepas kendali," kata Zaman Sultani, peneliti Asia Selatan kelompok itu.
Afganistan, dengan populasi diyakini sekitar 36 juta jiwa, telah memberikan sekitar satu juta dosis vaksin, sebagian besar untuk petugas kesehatan garis depan dan anggota pasukan keamanan.
Pekan lalu, Afganistan menerima 700.000 dosis vaksin COVID-19 yang dibuat oleh Sinopharm China. [ANTARA]