Bikin Fatwa Rokok Elektrik dan Konvensional Haram, Muhammadiyah Dapat Penghargaan WHO

Minggu, 13 Juni 2021 | 11:55 WIB
Bikin Fatwa Rokok Elektrik dan Konvensional Haram, Muhammadiyah Dapat Penghargaan WHO
Ilustrasi rokok. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kampanye bahaya tembakau bukan hanya tugas pakar kesehatan dan pemerintah saja;. Tapi kalangan pemuka agama juga harus turut serta. Seperti konsistensi Muhammadiyah dengan gerakan pengendalian tembakau.

Gerakan ini membuat Muhammadiyah mendapat penghargaan South-East Asia Region World No Tobacco Day Award dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, tepat di Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) pada 31 Mei 2021 lalu.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr. Abdul Mukti, mengatakan gerakan ini sesuai dengan pesan Nabi Muhammad SAW agar lahir keturunan sehat, salah satunya dengan tidak merokok.

"Agar kita jangan meninggalkan keturunan yang lemah dan meninggalkan keturunan yang kuat“(Surat An Nisa ayat 9)  , Nabi Muhammad menjelaskan “Orang mukmin yang kuat lebih baik daripada mukmin yang lemah,” ujar Prof Mukti, dalam diskusi Sabtu (12/6/2021).

Baca Juga: Soal Revisi PP 109 Tahun 2012: Ada Sejumlah Aliran Dana Asing Untuk Mendesak Revisi

(Shutterstock)
Ilustrasi rokok elektronik. (Shutterstock)

Prof. Mukti juga mengingatkan perokok anak dan perempuan di Indonesia harus segera ditekan, jika tidak keturunan dan penerus bangsa akan mudah sakit akibat kebiasaan merokok.

Salah satu caranya dengan menerapkan zona bebas rokok, menjauhkan display rokok dengan diletakkan di tempat tersembunyi, dan mempeluas jaringan gerakan pengendalian tembakau yang dilakukan berbagai aktivis.

Adapun, menurut Prof. Mukti salah satu langkah yang sudah dilakukan Muhammadiyah ialah menerbitkan fatwa haram merokok di 2010, lewat Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Selanjutnya organisasi yang didirikan KH. Ahmad Dahlan ini, di 2020 kembali menerbitkan fatwa haramnya rokok elektronik. 

Bahkan badan usaha milik Muhammadiyah otomatis jadi kawasan tanpa rokok, menolak promosi rokok, dan melakukan edukasi bahaya rokok di berbagai lapisan masyarakat.

Baca Juga: Mantap! UMS dan UNS Masuk di Jajaran Universitas terbaik

"Hingga saat ini prevalensi perokok secara nasional masih tinggi yaitu 34,7 persen, dan tercatat sebagai perokok ketiga dunia dan prevalensi perokok lelaki tertinggi di dunia. Begitu juga perokok anak masih naik dari 7,2 persen di 2017 menjadi 9,1 persen di 2018," papar Prof. Mukti.

Itulah mengapa pengendalian tembakau ini harus terus berlanjut dan tidak berhenti, karena angka perokok masih saja terus mengalami kenaikan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI